ttoguxnanaxranie

“Kamu mau makan apa, Rin?” tanya Farelio.

Sekarang, keduanya tengah melengang pergi dari arah pekarangan sekolah dengan mobil hasil pinjaman dari Alan.

“Kamu aja yang makan, Rel. Aku gak laper,” jawab Airin.

“Kamu harus makan, Airin. Aku gak liat kamu sarapan pagi ini,” sergahnya.

“Perutku rasanya gak enak, Rel,” bantah gadis cantik itu.

Bertepatan dengan kalimat yang Airin ucapkan, Farelio menghentikan mobilnya sebab lampu lalu lintas di depannya berganti warna menjadi merah.

Lelaki tampan itu menolehkan pandangannya pada gadis cantik yang tengah menyandarkan tubuhnya pada jok penumpang sembari menutup maniknya erat.

“Aku mainnya terlalu kasar apa gimana? Kok kamu bisa sampe kesakitan gini,” tanyanya.

Airin hanya menggelengkan kepalanya menyahuti pertanyaan yang dilontarkan Farelio.

“Makan, ya, Airin. Kalo gak makan nanti kamu tambah sakit,” jelas Farelio seraya mengusap pelan pucuk gadisnya.

Setelahnya, lampu lalu lintas berubah hijau. Lelaki tampan itu kembali menancap gas untuk mengarah ke tempat tujuan.

Farelio berencana untuk membawa Airin ke rumah makan langganan yang sering ia datangi bersama Mami.

Mungkin, dengan atmosfer yang mendukung, Farelio seolah diberi energi dan kesiapan lebih untuk menceritakan semua peristiwa yang terlewatkan kepada Airin.

Tidak membutuhkan waktu lama, kini lelaki tampan itu tengah memarkirkan mobilnya di lahan parkir yang luas.

Farelio menarik tuas rem tangan lalu memeriksa ponselnya sebentar. Saat wajahnya menoleh ke arah Airin, yang ia temukan ialah gadis cantik itu sedang terlelap pulas.

Tanpa sadar, senyumnya terukir dengan sangat manis. Tangannya kembali bergerak mengusap lembut pucuk Airin untuk kemudian menyelipkan helaian rambut yang menghalangi wajahnya.

Farelio, lelaki tampan itu tidak sedikit pun memalingkan tatapannya ke arah objek lain. Wajah cantik milik Airin terlalu sayang untuk ia lewatkan.

“Cantik,” monolognya.

Kemudian, wajah tampan itu mendekat ke arah sang gadis. Dalam waktu yang cukup lama, Farelio mengecup kening Airin.

“I don’t know how to tell you, Rin, but i think i madly in love with you,” jelas lelaki tampan itu. “In a weird and unique way at the same time,”sambungnya.

“Kenapa kita gak main di apart aku aja, Rel?” tanya Airin.

Saat ini, keduanya tengah berada di sudut ruangan perpustakaan sekolah. Setelah mengirim pesan berbau seksual tersebut, Farelio segera menyusul gadisnya.

“I have no time, Rin. Habis ini aku mau latihan band,” jelas Farelio.

Perlu diketahui. Perpustakaan adalah ruangan tersepi dan tersunyi kedua setelah toilet wanita di lantai dua.

Perlahan, tangan kekar Farelio melingkar pada pinggang ramping sang gadis. Wajah tampannya mendekat ke arah kening.

Cup!

Farelio mengecup kening Airin sembari memejamkan maniknya. Kemudian, lelaki tampan itu menyisipkan helaian rambut yang menghalangi wajah cantik di hadapannya.

“Aku gak tau harus bersikap gimana ke kamu, Rin,” jelas Farelio. “Aku juga gak bisa pastiin gimana perasaan aku ke kamu, tapi satu hal yang pasti aku akan selalu butuh kamu, kapan pun dan dimana pun,” tambahnya.

Mendengarnya, Airin menundukkan pandangannya. Gadis cantik itu menghela napas panjang.

Entah apa yang Farelio maksud dengan perkataannya yang satu itu. Hati Airin merasakan emosi yang tidak menentu saat itu.

Gadis cantik itu akhirnya mengangkat pandangannya walaupun lubuk hatinya terasa berkecamuk. Ia mengalungkan lengannya pada sepasang bahu lebar di depannya.

“You may start, Farelio,” ujar Airin.

Dengan begitu, Farelio memulai sesi permainan panasnya. Ia menyesap belahan bibir yang selalu menjadi kesukaannya.

Tentu saja, Airin membalasnya. Bagaimana lelaki tampan itu selalu saja membuatnya candu dalam hal-hal seperti ini.

“Mmphh,” lenguh Airin tertahan.

Kala telapak tangan besar itu berpindah dari pinggangnya lalu meremas kuat buah dadanya.

“Shh,” ucap Farelio setelah menyudahi ciumannya. “You’re not allowed to be too loud, Airin, or we will get caught. Understand, hm?” tanyanya.

Airin berani bersumpah. Bias suara sedalam palung Farelio yang barusan mengusik indera pendengarannya sukses membuat darahnya berdesir cepat.

Degup jantungnya bertedak tidak sesuai ritme normal. Belum lagi, tatapan mata tajam bak elang yang siap menerkam mangsanya kapanpun.

Airin hanya mengangguk paham untuk merespon imbauan dari Farelio. Gadis cantik itu kembali menurunkan pandangannya.

Namun, hal itu tidak berlangsung lama sebab tangan Farelio menangkup dagunya agar tatapan gadis cantik itu mengarah padanya.

“Look me straight in my eyes, Airin,” ujar Farelio. “You’re not allowed to see anything, except my eyes,” tambahnya.

Lagi, Airin hanya mengangguk paham. Farelio, lelaki tampan itu bak menyihir lawan mainnya agar sangat patuh pada segala perintahnya.

“Nghh,” lirih Airin.

Saat Farelio dengan ganas menjilati daun telinganya. Gadis cantik itu meremat baju kemeja seragam sekolah milik Farelio dengan sangat erat.

Tidak ada jarak yang terpaut di antara keduanya. Farelio bermain dengan begitu lihai. Bahkan, tidak ada pergerakannya yang berpotensi menimbulkan suara, kecuali desahan dari Airin sendiri.

Juga, Airin dapat dengan leluasa menghirup perpaduan wewangian yang Farelio biasa pakai bercampur dengan aroma alami dari tubuh lelaki tampan itu.

Kemudian, jilatan itu perlahan turun ke arah dada sang gadis yang sedikit terbuka sembari tangan Farelio bergerak membuka satu per satu kancing kemeja seragam sekolah milik Airin.

“Don’t make it looks so crystal clear, Rel,” pinta Airin.

Saat Farelio mulai membuat tanda berwarna ungu kemerahan di sekitar payudara sang gadis yang yang terbalut bra.

“Roger that, Airin,” jawabnya singkat.

Setelah meninggalkan beberapa bekas lagi, Farelio kembali bergerak. Kali ini, meluruhkan pakaian dalam dari balik rok seragam sekolah gadisnya.

Potongan kain itu Farelio simpan di saku belakang celana seragam sekolahnya untuk kemudian ia berlutut di depan Airin.

“Akh,” pekik Airin pelan.

Pasalnya, Farelio dengan gerakan tiba-tiba mengangkat sebelah kakinya agar bertengger di atas bahunya.

“Glad to see your pinkish pussy again, Airin,” ucap Farelio.

Sepasang manik selegam senja itu tidak mau berhenti menatap aset indah yang tersaji di hadapannya.

Farelio dapat melihat dengan jelas bagaimana vagina gadisnya memerah seolah minta segera dipuaskan.

“Shh ahhh,” desah gadis cantik itu.

Lelaki tampan itu melesatkan lidahnya untuk bertempur di bawah sana. Airin sadar suaranya terlalu menggema di dalam ruangan perpustakaan ini.

Gadis cantik itu menggigit pipi bagian dalamnya untuk mereduksi lenguhan yang berpotensi terucap secara tiba-tiba saat Farelio tengah melecehkannya.

Airin mencoba menahan lirihannya saat hidung bangir Farelio menghantam klitorisnya berkali-kali sementara benda kenyal itu menghujam titik manisnya.

“Shit, Farelio!” umpat Airin.

Mendengarnya, lelaki tampan itu menyeringai puas di sela-sela kesibukannya. Farelio tahu ia berhasil menikmati gadisnya.

“Mphh, i think, ngh ahh, i’m gonna cum,” tambah gadis cantik itu.

Dengan begitu, Farelio menggencarkan permainannya pada vagina Airin. Tentu saja, gadis cantik itu dibuat kewalahan olehnya.

“Ahh!” final Airin.

Gadis cantik itu berhasil menjemput titik ternikmatnya. Kepalanya menengadah ke arah langit-langit serta napasnya menggebu hebat.

“Good job, Airin,” puji Farelio seraya menatap sensual kepada gadis cantik yang kini berada lebih tinggi dibanding dirinya.

Klek!

Pintu kamar terbuka secara perlahan, memperlihatkan Airin yang melangkah masuk ke dalamnya.

“Farel,” panggil Airin.

Gadis cantik itu menutup pintu kamarnya sebelum menghampiri lelaki kesayangannya yang tengah bersandar ke arah ranjang di atas lantai.

Farelio dapat mendengar suara lembut yang mengalunkan namanya. Namun, lelaki tampan itu masih pada posisi yang sama, tanpa bergerak sedikit pun.

Airin mendudukkan dirinya tepat di sebelah Farelio. Ditatapnya lelaki tampan yang sudah menjadi tambatan hatinya selama dua tahun belakangan ini.

Tangannya bergerak mengusap bahu lebar yang terlihat seolah sedang menanggung beban yang sangat berat itu.

“Kamu udah makan, Rel?” tanya Airin. “Aku bawain pangsit kesukaan kamu tuh,” lanjutnya.

Farelio, lelaki tampan itu masih memilih untuk membungkam dirinya. Tatapannya kosong menghadap ke arah lantai yang dingin.

Tidak ingin memperkeruh suasana, Airin tidak menujukkan ekspresi serupa. Simpul semanis mungkin coba ia tampilkan di depan Farelio.

“Airin,” gumam lelaki tampan itu tanpa memalingkan pandangannya.

“Iyaa, Rel,” balas Airin.

“Airin,” panggil Farelio lagi.

“Iyaa, Farel. Aku di sini,” jelasnya.

“Jangan kemana-mana,” ujar lelaki tampan itu.

Kali ini, Farelio menolehkan tatapannya menghadap gadis cantik di sebelah kirinya. Sepasang manik selegam malam yang biasanya berbinar tajam, sekarang terlihat sangat sayu.

“Aku gak kemana-mana, Rel,” ucap Airin.

Setelahnya, tidak ada percakapan signifikan yang terjadi. Farelio, lelaki tampan itu masih ingin menatap wajah cantik Airin lebih lama dari biasanya.

Untuk kemudian, ia bergerak pelan. Farelio mendekatkan tubuhnya pada sang gadis. Kedua tangannya terbentang agar Airin masuk ke dalam pelukannya.

Lelaki tampan itu menelusupkan wajahnya di perpotongan leher Airin. Ia sebisa mungkin menghirup aroma tubuh yang selalu menjadi candu baginya.

“Jangan pernah tinggalin aku kayak tadi lagi,” pinta Farel dengan suara parau.

Walaupun tidak terlihat dengan jelas, Airin tahu bahwa lelaki tampan itu mungkin menangis seharian menunggu kehadirannya.

“Iyaa, Farel. Aku gak akan tinggalin kamu,” jawab Airin.

“Janji?” tanyanya meyakinkan.

Mendengarnya, Airin menghela napas panjang. Entah sumpahnya ini akan menjadi malapetaka atau anugerah baginya.

Gadis cantik itu masih bergumul dengan pikiran dan juga perasaannya. Mungkinkah di esok hari hatinya masih mencintai seorang Farelio?

“Airin,” panggil lelaki tampan ktu saat Airin tak kunjung menjawab pertanyaannya. “Kamu janji jangan tinggalin aku,” tambahnya.

“Iyaa, Farel. Aku janji,” jawabnya dengan nada datar.

Mendengarnya, hati Farelio sedikit meluluh. Lelaki tampan itu mengeratkan dekapannya. Ada sedikit rasa iba yang tersimpan di hati sang gadis.

“Akh!” pekik Airin.

Setelah obrolan singkat nan menyakitkan Farelio dengan orang tuanya, lelaki tampan itu dengan langkah mendentum menghampiri gadisnya.

Airin yang masih setia menunggu kartu atm milik Farelio untuk digesek di mesin pembayaran cashless itu merasa terkejut saat Farelio secara tiba-tiba menarik tangannya kasar.

Di dalam toilet pria, lelaki tampan itu menghempaskan tubuh mungil gadisnya ke arah tembok. Airin meringis sebab itu.

“Sakit, Rel,” rintih Airin.

Tidak menghiraukan sang gadis, Farelio justru mendekatkan wajahnya lalu mencium Airin ganas. Gadis cantik itu kewalahan.

Lelaki tampan itu bahkan tidak menghentikan ciumannya kala dirasa darah mengalir dari bibir sang gadis.

Farelio terlalu dilingkupi amarah untuk bersikap lembut pada gadisnya. Bahkan Airin harus memukul dengan keras dada lelaki tampan itu untuk mengembalikan kesadarannya.

Airin menghirup napas sebanyak yang ia bisa saat Farelio melepas ciuman mereka. Lelaki tampan itu menyeka darah sang gadis yang menempel di sudut bibirnya.

Napas keduanya menggebu. Sepasang manik selegam malam itu menatap tajam ke arah gadis cantik di hadapannya.

“Kamu kenapa, Farel? Ini kita masih di tempat umum. Kalo kita ketauan gimana?” sergah Airin sembari membersihkan darah yang mengalir dari bibirnya.

“Kamu pilih, main di sini atau di mobil?” tanya Farelio sinis.

“Maksudnya?” balas Airin tidak percaya. “Terlalu beresiko, Rel. Kita mending balik dulu ke apart,” lanjutnya.

Airin hendak berlalu pergi dari dalam toilet pria itu sembari menggenggam tangan Farelio saat lelaki tampan itu kembali melempar tubuhnya ke arah tembok.

Berbeda dengan yang tadi, kali ini Farelio mendekatkan dirinya pada sang gadis. Wajah tampan itu kini hanya berjarak beberapa inci dari wajah sang gadis.

“Kelamaan,” singkat Farelio. “Di sini atau di mobil?” tanyanya lagi.

Terdapat penekanan di setiap kata yang diucapkan oleh lelaki tampan itu. Farelio hendak mencium kembali gadisnya saat Airin menginterupsi.

“Di mobil,” jawabnya. “Tapi, tolong jangan di sini, Rel. Kita bisa ketauan,” jelas gadis cantik itu.

Dengan begitu, Farelio pergi kembali ke dalam toko untuk menyelesaikan transaksinya. Lelaki tampan itu akhirnya membayar dengan uang tunai.

Airin, gadis cantik itu berjalan gontai ke arah mobil. Pelupuk maniknya digenangi oleh cairan bening yang sebentar lagi akan tumpah.

Setelah menyelasikan pembayaran, Farelio kembali ke dalam mobil untuk kemudian menancap gas dengan kekuatan penuh.

Di sepanjang jalan, manik selegam malam itu menelisik ke segala sudut. Sekiranya di mana tempat yang aman bagi dirinya untuk menjalankan aksinya.

Setelah beberapa menit, Farelio menemukan lapangan luas yang dihalangi banyak pohon rimbun. Di sekitarnya banyak ruko yang sudah tutup.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama, lelaki tampan itu segera memberhentikan mobilnya di antara pohon besar. Tangannya bergerak menarik tuas rem tangan.

Di detik selanjutnya, yang terjadi adalah Farelio kembali mencium kasar gadisnya. Lelaki tampan itu menarik Airin agar duduk di atas pangkuannya.

Lidahnya aktif mengabsen satu per satu gigi sang gadis serta melilit lidah lawannya. Tidak sampai situ, sepasang tangan Farelio juga bergerak menjamah semua aset yang bisa ia jangkau.

“Ahh, Rel,” desah Airin saat lelaki tampan itu meremas payudaranya kuat.

Awalnya memang terasa nikmat, namun rasa itu lama kelamaan berubah menjadi menyakitkan. Farelio semakin gencar bermain ganas dengan buah dadanya.

Airin menggigir bibir bagian bawahnya. “Sshhh, sakit, Rel,” rintihnya.

Farelio, lelaki tampan itu tidak menghiraukan pernyataan yang dilontarkan gadisnya. Ia malah melonggarkan tali pinggangnya.

“Bukan celana kamu,” perintahnya.

“Sekarang?” tanya Airin ragu.

Pasalnya, ia belum sepenuhnya terangsang. Kepemilikannya di bawah sana pasti belum basah seluruhnya.

“Sekarang, Airin,” ujar bias suara sedalam palung itu.

Tidak ada pilihan lain, gadis cantik itu harus menuruti permintaan sang dominan atau yang terjadi berikutnya akan lebih mengenaskan dibanding sekarang.

Perlahan, Airin membuka celana denimnya. Hal serupa juga dilakukan oleh Farelio. Berbeda dengan sang gadis, miliknya sudah berdiri tegak.

Saat Airin hendak menanggalkan pakaian dalamnya, pergerakannya dihentikan oleh Farelio.

“Aku aja yang buka,” ucapnya.

Lelaki tampan itu melepaskan kain yang menutupi vagina gadisnya untuk kemudian ibu jarinya bergerak mengusap pelan klitorisnya.

“Nghh, ahh,” lenguh Airin.

Gadis cantik itu menengadahkan kepalanya. Tangannya mencengkram kuat bahu lebar lelaki tampan di hadapannya.

Farelio tidak ingin bermain lama dengan jarinya, lelaki tampan itu ingin penisnya yang bermain dengan milik Airin.

Lelaki tampan itu menarik ibu jarinya. Ia arahkan ibu jarinya tersebut ke arah mulut Airin. Tentunya, gadis cantik itu menyambutnya dengan baik.

Airin mengulum jari yang dilapisi cairan kenikmatannya. Farelio dibuat makin bergairah oleh aksi itu.

Gadis cantik itu bahkan dapat merasakan penis Farelio yang semakin menusuk ke bibir vaginanya.

“Sshhh,” lenguh Farelio. “You are a good kitten,” lanjutnya.

Sepertinya Farelio tidak bisa menahan lebih lama lagi. Lihat saja, bagaimana kepala penisnya sudah dibanjiri dengan cairan pra-ejakulasi.

Tanpa aba-aba, Farelio melesatkan penisnya masuk dalam sekali hentak ke dalam vagina Airin saat gadis itu masih sibuk menggoda lawan mainnya.

“AKH!” pekik Airin.

Airin merasakan sakit yang teramat sangat sebab sesi foreplay yang dilakukan Farelio belum sepenuhnya rampung.

Sehingga vaginanya belum seutuhnya terlumuri cairan pelumas alami. Gadis cantik itu memejamkan maniknya erat.

Sementara itu, Farelio seperti tidak memberi ampun padanya. Setelah menerobosnya miliknya masuk ke dalam sana, lelaki tampan itu langsung menggempurnya tanpa jeda.

“Ahh, Farel, sakithh,” lirihnya.

Namun, Farelio lagi-lagi tidak menggubris kalimatnya. Ia malah menarik tengkuk gadisnya agar masuk ke dalam ciumannya.

Di dalam ciuman tersebut, Airin merintih kesakitan. Ia mencoba memberi peringatan pada Farelio.

Tetapi, lelaki tampan itu seperti dirasuki oleh iblis. Farelio terus menggoyangkan pinggulnya agar penisnya menabrak ujung rahim gadisnya tanpa tahu Airin merasa kesakitan.

“Mmphh,” lenguh Airin dalam ciuman mereka.

Akhirnya, meski sebentar, Farelio menghentikan ciuman mereka. Walaupun dirinya masih bekerja keras di bawah sana.

“Ahh, kamu sempit, ahhh, banget, Rin,” ujarnya.

“Aku, nghh, sakit, Rel,” jelas Airin.

“Sebentar lagi, Rin,” balas lelaki tampan itu.

Sesuai dengan pernyataan sebelumnya, Farelio benar-benar akan mencapai pelepasannya sebentar lagi.

Ia mempercepat tempo serta memperdalam hantamannya pada vagina Airin. Sedangkan, gadis cantik itu hanya bisa menahan sakit. Airin menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Farelio.

“Ahh!” pekik Farelio.

Lelaki tampan itu telah mencapai titik ternikmatnya. Ia menyemburkan spermanya ke dalam rahim sang gadis. Farelio menyandarkan tubuhnya ke arah jok.

Airin pada awalnya tidak tahu bahwa Farelio tidak mengenakan pengaman hari ini. Namun, ia sadar saat perutnya terasa hangat.

Gadis cantik itu menegakkan tubuhnya. Ia menatap wajah tampan yang dipenuhi bulir keringat itu.

“Kamu gak pake pengaman, Rel?” tanya Airin sinis.

Masih dengan posisi yang sama, Farelio menggelengkan kepalanya beberapa kali. Entah ia lupa atau bagaimana.

“Gila kamu, Rel!” bentak Airin.

Akhirnya, setelah diberi ujaran kebencian seperti itu. Farelio mulai mengembalikan fungsi indera penglihatannya.

“Kamu gak akan hamil, Airin,” tegasnya.

“Kamu tau dari mana?! Emang kamu bisa memastikan?! Kamu bukan dokter, Farel!” protes gadis cantik itu.

Mendengarnya, Farelio mengangkat pandangannya pada wajah cantik yang saat ini berada lebih tinggi darinya.

Dua pasang manik itu saling menatap seolah maut. Bagaikan keduanya tengah bertengkar melalui jendela dunia itu.

Kemudian, sebelah tangan besar itu bergerak untuk menangkup dagu mungil Airin. Ia kembali mendekatkan wajahnya pada wajah sang gadis.

“Kamu gak akan hamil, Airin,” ulang Farelio. “Kalo sampe kamu hamil, aku bakal cari cara,” lanjutnya.

Airin, gadis cantik itu merasa jantungnya seperti dihunus tombak saat itu juga. Padahal, Farelio baru saja membuatnya menjadi gadis paling bahagia di dunia ini.

Namun, beberapa saat setelah, Farelio juga yang membuatnya merasa seperti didorong dari ujung tebing dengan dasar yang tajam.

Air mata yang sedari Airin tahan di pelupuk maniknya, perlahan turun. Rahangnya mengeras merefleksikan kemarahan.

Tidak ingin ambil pusing, Farelio malah melanjutkan kegiatannya. Ia mului mengecup daerah dada gadisnya yang terekspos. Berharap rasa sedih dan marah itu tergantikan oleh rasa nikmat dari permainannya.

Setelah pelayanan mengantar beberapa jenis makanan dan minuman yang telah dipesan sebelumnya, lelaki tampan itu mempersilakan gadisnya untuk makan terlebih dahulu.

“Makan, Rin,” ucap Farelio.

“Iyaa, Farel. Kamu juga makan, ya,” balas Airin.

Gadis cantik itu menyuap pastry yang tersedia di hadapannya. Ia tersenyum puas saat makanan itu menyentuh lidahnya.

“Astaga! Ini enak banget, Rel. Kamu harus cobain,” jelas Airin.

Kemudian, tangan Airin bergerak menyuap sesendok penuh makanan manis itu ke mulut lelaki kesayangannya.

“You’re right. This croffle’s so tasty,” ujar lelaki tampan itu. “Cobain dong matcha latte-nya, Rin,” tambahnya.

Mendengarnya, Airin mengangguk semangat. Ia menyesap minuman berwarna hijau yang disajikan di dalam gelas kaca dengan hiasan whipped cream di atasnya.

Sepasang manik selegam malam milik Farelio, khusus untuk hari itu, rasanya tidak ingin lepas dari gadis cantik yang duduk di hadapannya.

Airin, entah kenapa, terlihat sangat bahagia hari ini. Wajah cantiknya berseri serta manik matanya berbinar indah.

Belum lagi, gadis cantik itu dengan antusias menikmati semua makanan dan minuman yang ada di atas meja, pesanan Farelio.

Dengan ide licik yang tiba-tiba muncul di dalam kepalanya, jari telunjuk lelaki tampan itu bergerak mencolek ujung krim kocok dari matcha latte milik gadisnya untuk kemudian ia letakkan di pangkal hidung bangir Airin.

“Ihh Farel!” protes Airin.

Farelio, yang melihat ekpresi gemas dari gadisnya itu tidak dapat berhenti tertawa puas. Lihat saja, bagaimana Airin mencoba membalas perbuatannya.

Saat gadis cantik itu hendak melakukan hal serupa pada oknum menyebalkan tapi tampan di depannya, tangan Farelio bergerak lebih cepat.

Ditangkupnya telapak tangan kecil itu. Lalu, Farelio mengusapnya pelan. Setelahnya, ia mengecup punggung tangan itu.

“You look so beautiful when you enjoy delicious food, Airin,” puji Farelio.

Airin, gadis cantik itu tidak dapat menahan simpulnya kala indera pendengarannya mendengar sanjungan dari lelaki kesayangannya.

“Thanks, Rel,” balas Airin lembut.

“Ganti baju kamu. Aku udah bawain. Ada di belakang,” ujar Farelio.

Airin baru saja mendudukkan dirinya di dalam mobil saat lelaki tampan itu memeberi perintah untuk mengganti bajunya.

“Kita sebenernya mau kemana sih, Rel?” tanya Airin penasaran.

“Kamu ganti baju dulu nanti aku kasih tau,” jelasnya.

“Aku ganti baju di sini?” tanya gadis cantik itu memastikan.

“Iyalah. Mau di mana lagi?” balas lelaki tampan itu.

Tidak ada jawaban dari sang lawan bicara. Airin hanya memfokuskan atensinya pada potongan pakaian yang Farelio bawakan untuknya.

“Kenapa? Kamu malu? Gak make sense kalo kamu malu, Rin. Kita udah sering liat satu sama lain,” jelas Farelio.

Airin, gadis cantik itu hanya mengangguk paham. Pada akhirnya, ia melepas semua seragam sekolahnya tepat di hadapan Farelio.

Sesekali lelaki tampan itu melirik ke arah pemandangan yang tersaji di sampingnya. Menurutnya, Airin tidak pernah gagal dalam membuatnya bergairah.

Farelio menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia menghempas semua skenario nakal yang berenang ria di kepalanya.

Kemudian, lelaki tampan itu menancap gas mobilnya untuk melengang pergi dari pekarangan sekolah.

Tidak ada percakapan signifikan yang terjadi di antara mereka. Farelio masih berfokus pada jalanan aspal di hadapannya. Sementara, Airin sibuk bermain dengan ponselnya.

“Kamu udah makan, Rin?” tanya Farelio tiba-tiba.

Mendengarnya, Airin menolehkan pandangannya. Sudah lama sekali sejak pertanyaan ini terlontar dari mulut lelaki kesayangannya itu.

“Belom. Kamu udah makan, Rel?” jawabnya dengan kembali bertanya.

“Belom juga,” balas lelaki tampan itu singkat.

Tak lama, setelah obrolan singkat itu, keduanya kembali hening. Namun, situasi itu berlangsung singkat sebab kini mereka sudah sampai ke tempat tujuan.

Farelio memarkirkan mobilnya di samping bangunan kecil yang menghadap langsung ke arah pesisir pantai.

“Ayo turun,” ajaknya.

Sejenak, Airin merasa linglung. Untuk apa Farelio mengajaknya ke tempat makan yang terletak jauh dari apartemennya.

Padahal, biasanya, apabila keduanya terlalu malas untuk menyantap makanan di luar, Airin akan memasak menu sederhana atau Farelio akan memesan lewat aplikasi delivery.

Tak kunjung turun dari jok penumpang, akhirnya, lelaki tampan itu membukakan pintu agar sang gadis ke luar dari sana.

“Kamu ngapain? Ayo. Emangnya kamu gak laper?” tanya Farelio bertubi-tubi.

Airin lebih memilih tidak menjawab. Ia hanya mengangguk sebagai respon. Tak jarang ekor matanya menangkap wajah tampan yang berjalan menjulang di sebelahnya.

Tingkling!

Bunyi bel terdengar saat mereka memasuki cafe sederhana tersebut. Tempat itu didominasi oleh interior berbahan kayu.

Cafe yang cocok dijadikan sebagai tempat bersantai, di tambah ini jauh dari kerumunan. Farelio tidak perlu khawatir akan bertemu seseorang yang ia kenal di sini.

Bangunan tersebut tidak terlalu dipenuhi oleh banyak pengunjung. Hanya ada beberapa meja yang terisi.

Meja di dekat jendela yang diduduki oleh dua oranf gadis serta sepasang kekasih yang duduk di meja dekat kasir.

“Kamu duduk aja, biar aku yang pesen,” ujar Farelio.

Mengikuti kemauan lelaki tampan itu, Airin melangkah untuk mencari meja yang akan mereka tempati.

Gadis cantik tersebut memilih meja kayu berbentuk lingkaran dengan kursi yang ditata berseberangan di dekat pintu ke luar.

Airin menarik kursi untuk kemudian duduk di sana. Ia menopang dagu mungilnya di atas kedua kepalan tangannya.

“Farelio random banget sampe ngajak ke cafe yang sejauh ini,” monolognya.

“Kamu aku pesenin matcha latte, ya, Rin,” ujar Farelio yang tiba-tiba datang dan duduk di hadapannya.

“Oh, iya, Rel. Makasih,” balas gadis cantik itu.

“Sama croffle juga,” tambahnya.

Airin hanya mengangguk beberapa kali. Sejujurnya, sesuatu sedang mengganggu pikirannya sekarang.

Untuk apa seorang Farelio Evan Pratama membawanya ke cafe kecil di dekat pantai pada siang hari ini?

Tidak biasanya lelaki tampan itu bersikap sangat manis padanya, seperti ini. Airin terlalu berlarut pada lamunannya sehingga mengabaikan Farelio.

“Kamu mikirin apa, Rin?” tegur Farelio.

“Ah, enggak,” ucap Airin sembari mengibaskan tangannya. “Aku kepikiran tugas aja,” dustanya.

“Kalo kesusahan, nanti aku bantu kerjain,” tawar lelaki tampan itu.

Lagi? Jika terus seperti ini, Airin tidak mampu lagi untuk menahan rasa bahagianya. Walaupun aneh, Airin sangat menyukainya.

Untuk hari ini, Farelio sukses membuat dirinya merasa diperlakukan selayaknya seorang kekasih.

“Aku inget kamu pernah bilang mau minum matcha latte. Kata Vino, di sini minuman sama makanannya enak dan jauh dari tempat rame,” jelas Farelio seraya tersenyum manis.

Mendengarnya, Airin menatap sepasang manik selegam malam milik lelaki tampan di hadapannya. Tanpa sadar, dirinya ikut menyungging senyum.

“Kamu inget, Rel?” tanyanya memastikan.

“Inget,” jawab Farelio singkat.

“Makasih, ya,” ujar gadis cantik itu.

“No need to say thank you, Airin,” balas lelaki tampan itu sambil mengusap pelan pucuk sang gadis.

“Kamu kok lama banget, Rin,” keluh Farelio.

Airin baru saja melengang masuk dari pintu apartemennya saat lelaki tampan itu melayangkan protes padanya.

“Perutku lagi sakit, Rel. Aku gak bisa jalan cepet-cepet,” jelasnya.

Airin melempar tas sekolahnya ke sembarang arah sembari mengambil posisi duduk di atas sofa di sebelah Farelio.

Gadis cantik itu menyandarkan tubuhnya pada kursi empuk berwarna biru tersebut. Sepasang manik selegam senjanya tertutup rapat.

“Kamu sakit?” tanya lelaki tampan itu.

Airin menggeleng sebagai respon. “Aku halangan,” ucapnya.

Mendengarnya, Farelio menoleh ke arah dang gadis. Dalam diamnya, ia mengumpat. Namun, indera pendengaran Airin masih dapat menangkap jelas stimulus tersebut.

“Bukannya jadwal halangan kamu pertengahan bulan?” tanyanya lagi.

“Aku juga gak tau, Rel. Sikulus menstruasi perempuan bisa berubah-ubah kapan aja,” jelas Airin.

Setelahnya, tidak ada percakapan singkat yang terjadi di antara keduanya. Farelio sibuk dengan ponselnya.

Sementara itu, Airin mengusap pelan perutnya yang terasa sangat nyeri. Sesekali ia meringis kesakitan.

Airin tahu bahwa Farelio pasti kecewa padanya, terkait hal yang seharusnya mereka lakukan sekarang.

Kegiatan yang sempat terhenti di ruang perlengkapan sekolah siang tadi. Baik Airin maupun Farelio, sama-sama berada di situasi yang tidak menguntungkan.

Farelio dengan rasa membuncah yang harus dipuaskan. Airin dengan rasa sakit yang harus ia rasakan setiap bulannya.

Selain itu, Airin juga merasa sedikit sedih. Ya, apalagi jika bukan karena lelaki tampan kesayangannya itu.

Dirinya seolah terpojok sebab hari merah yang menghampirinya tiba-tiba serta tidak ada simpati yang ia dapat sedikit pun dari Farelio.

“Aku mau ke tempat Alan,” ketus Farelio.

Lelaki tampan itu bangkit dari posisi duduknya, meraih jaket kulit yang tergeletak di atas meja untuk kemudian melangkah pergi.

Selepas kepergian Farelio, Airin memeluk dirinya sendiri. Sepasang bahunya bergetar hebat. Tak lama, suara tangisan terdengar.

“Lo jahat, Rel,” gumamnya.

“Kamu gak takut ketauan, Rel?” tanya Airin was-was.

“Ada Vino sama Alan di luar,” jelas Farelio.

“Tapi ‘kan mereka gak tau kalo kamu deket sama aku. Satu sekolah ‘kan taunya kamu deket sama Mona,” jelas gadis cantik itu.

Terdengar jelas pada pernyataan yang Airin lontarkan pada Farelio tersurat nada kekecewaan. Mendengarnya, lelaki tampan itu menghela napas.

“Aku aja gak tau siapa Mona,” ujarnya.

“Gak mungkin,” sergah gadis cantik itu.

Farelio, lelaki manis itu tidak menghiraukan kalimat gadisnya. Ia hanya sibuk menuntun gadisnya agar duduk di atas salah satu meja kayu di sana.

“Beneran, Rin. Aku gak tau siapa Mona,” ulang Farelio.

“Kam—“

Belum sempat gadis cantik itu merampungkan kalimatnya, lelaki tampan di hadapannya sudah menciumnya dengan kasar.

Airin sempat terhenyak sebelum ia mulai bisa mengikuti permainan Farelio. Gadis cantik itu mengalungkan sepasang lengannya pada bahu sang lawan main.

Tidak tinggal diam, tangan besar Farelio mengusap punggung lalu perut gadisnya untuk kemudian mengomando Airin untuk melebarkan kedua pahanya.

Lelaki tampan itu menyudahi ciumannya. Farelio mendekatkan wajahnya pada telinga kiri sang gadis.

“Kamu gak lupa kalo aku bassist ‘kan, Rin?” goda Farelio.

Hanya dengan kalimat bernada sensual tersebut mampu membuat aliran darah Airin berdesir cepat.

“I’ll show you what i’m capable of,” lanjutnya.

Sepersekian detik kemudian yang terjadi adalah Farelio mengusap pelan kepemilikan Airin dari luar pakaian dalamnya.

Sontak, gadis cantik itu menengadahkan kepalanya ke arah langit-langit sembari menggigit bibir bagian bawahnya.

Melihatnya, Farelio menyeringai puas. Dengan perlahan namun pasti, lelaki tersebut menyingkap rok seragam sekolah sang gadis.

Lagi, ia dibuat senang hatinya saat hanya dengan pergerakan sederhananya, Airin sudah basah di bawah sana.

“Guess your pussy really love my fingers, Rin. Look, you already wet,” ujar Farelio.

Airin, gadis cantik itu memilih untuk tidak menghiraukan pernyataan sang dominan. Ia hanya sibuk menikmatinya.

Belum lagi, saat ibu jari Farelio berkali-kali menekan klitorisnya dari arah luar. Tanpa sadar, Airin menggerakkan pinggulnya seolah meminta lebih.

“Nghh ahh, Rel,” desahnya.

“Beg me if you want more, Airin,” jelas Farelio.

“Ahh, please, Rel, nghh, take off my panties,” pinta gadis cantik itu.

“I didn’t hear anything, Rin,” selanya.

Farelio terus menggoda gadisnya. Meskipun berkata begitu, tangannya terus bergerak lebih dalam dan lebih cepat di bawah sana.

“Nghh ahh,” racau Airin. “Please put, ahh, your fingers, nghh, in my pussy, Rel,” jelasnya susah payah.

Dengan begitu, Farelio menghentikan kegiatannya sejenak. Tangan besarnya bergerak melucuti pakaian dalam Airin untuk kemudian ia simpan di dalam sakunya.

“Ahh, Farel!” pekik Airin.

Saat tanpa aba-aba, bukan hanya dua melainkan tiga jari lelaki tersebut melesat masuk ke dalam vaginanya.

Sepasang manik selegam senja itu terpejam dengan sangat erat. Sebelah tangannya mencengkram erat bahu sang lawan main.

Sementara, tangannya yang lain ia gunakan untuk menopang beban tubuhnya di atas meja kayu.

Farelio tidak main-main dalam hal ini. Lelaki tampan itu bersungguh-sungguh terkait keahliannya dalam memainkan bass.

Bassists are good with fingering. Setidaknya itulah kalimat yang terngiang di dalam otak gadis cantik itu sekarang.

Bahkan, tidak hanya sampai di situ. Sebelah tangan besar Farelio yang terbebas bergerak untuk meremas payudara Airin.

“Shh, ahh, Rel,” lirih gadis cantik itu.

“You like it, Rin?” tanya Farelio menggoda.

Tak mampu menjawab secara lisan, Airin hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali. Ia hanya dapat berfokus pada rasa nikmat yang diberikan Farelio.

“Kiss me, Airin,” perintah lelaki tampan itu.

Mendengarnya, Airin menarik tengkuk lelakinya agar mendekat kepadanya lalu menciumnya dengan ganas.

Keduanya terlibat permainan panas, terutama Airin. Sebelah tangan Farelio yang sedari tadi sibuk memijit buah dada gadisnya, berhenti sesaat.

Lelaki tampan itu membuka tali pinggang yang melingkar padanya. Kemudian, ia menurunkan zipper lalu celana dalamnya.

Farelio sudah siap untuk menghentak gadisnya saat sebuah dering yang nyaring menginterupsi keduanya.

“Sebentar,” ucap Farelio sembari menjeda aktivitas intim keduanya.

Ponselnya berbunyi. Alvino menghubunginya. Tak lama setelahnya, raut wajah pada patrian tampan itu berubah drastis.

Farelio berdecak kesal. Ia memukul permukaan meja yang diduduki Airin. Tentunya, gadis itu terkejut bukan main.

“Kenapa, Rel?” tanya Airin waspada.

“Benerin baju kamu, sebentar lagi bendahara sama sekretaris osis mau ke sini,” jelasnya.

Airin mengangguk paham. Pantas saja amarah lelaki tampan ini dengan tiba-tiba meledak.

Ternyata, sesi intimnya harus tertunda sebab anggota organisasi sekolah akan melakukan pemeriksaan pada ruangan ini.

Kini, keduanya sibuk merapikan baju seragam masing-masing. Airin kembali mengenakan pakaian dalamnya.

Sedangkan, Farelio memasang kembali tali pinggangnya. Lelaki tampan itu sempat mencuri ciuman dari gadisnya sebelum berlalu pergi.

“Kita lanjutin di apart kamu nanti,” finalnya.

Benar saja. Beberapa menit setelah menerima pesan dari Farelio, Airin dapat melihat batang hidung bangir itu mendekat ke arahnya.

Gadis cantik itu tengah berada di rak dairy product saat Farelio menghampirinya. Sebelah tangan kekar itu bergerak merebut keranjang belanja yang bertengger di lengan kurus Airin.

“Aku aja yang bawa,” sergahnya.

“Aku aja gak apa-apa, Rel,” balas Airin.

Farelio tidak menghiraukan pernyataan gadisnya. Sepasang manik selegam malamnya menelisik ke segala sudut di supermarket.

“Apalagi yang kamu mau beli?” tanyanya.

“Sayur sama susu,” jawab gadis cantik itu.

“Kamu biasa minum susu rasa apa?” tanya Farelio lagi.

“Full cream,” singkat Airin.

Sepersekian detik kemudian, lelaki tampan itu melengang ke arah lemari pendingin yang terbuka.

Farelio mengambil, tidak hanya satu, melainkan tiga karton susu kotak pesanan sang gadis.

“Jangan banyak-banyak, Rel. Susu itu cepet basinya,” jelas Airin sembari mendekat.

“Aku lama nginep di apart kamu,” ucapnya datar.

Sekilas, Airin melirik ke arah wajah tampan yang menjulang di sebelahnya. Gadis cantik itu tidak dapat mendeskripsikan eskpresinya.

“Kamu ada yang mau dibeli?” tanya Airin.

“Ada. Aku ke sana dulu,” balas Farelio.

Setelahnya, lelaki tampan itu melengang pergi entah ke mana. Airin juga tidak mengetahui pasti apa yang Farelio cari.

Memilih untuk tidak menghiraukannya, gadis cantik itu memutuskan untuk pergi ke arah rak sayur-sayuran.

Manik indahnya sibuk memilah dan memilih antara sayur kangkung dan bayam. Ia bertanya-tanya, jenis sayur apa yang Farelio sukai.

“Aku suka kangkung,” ujar Farelio yang muncul tiba-tiba.

Sempat terkejut, Airin lalu bertanya, “Kamu udah dapet apa yang dicari, Rel?”

Lelaki manis itu hanya mengangguk beberapa kali. Airin kembali melirik, namun kali ini ke arah keranjang belanja berwarna biru yang digenggam Farelio.

Tidak ada. Gadis cantik itu melihat tidak adanya pertambahan jumlah barang di dalamnya. Ia mengernyitkan keningnya.

Kemudian, Airin meletakkan seikat kangkung dari tangan kirinya ke dalam keranjang belanja.

“Ayo,” ajak Airin.

“Udah semua?” tanya Farelio memastikan.

“Udah kok,” jawabnya.

Dengan begitu, Farelio melangkah terlebih dahulu yang diekori oleh Airin. Syukurlah, hari ini supermarket tidak terlalu dipadati pengunjung.

Sehingga keduanya tidak perlu repot menunggu antrian panjang. Sesampainya di kasir, Farelio meletakkan keranjang belanjanya di atas konter.

Mulai dari makanan siap saji, seperti nugget dan sosis, sampai sabun mandi, semuanya sudah masuk ke dalam struk belanja.

“Ada lagi tambahannya, Mbak, Mas?” tanya ibu kasir ramah.

“Sama itu tiga kotak, ya, Bu,” ujar Farelio.

“Oh, iya, Mas,” balasnya.

Barang yang dimaksud Farelio adalah alat kontrasepsi, kondom. Mendengarnya, Airin menolehkan pandangannya.

Jadi, tujuan Farelio menghampiri dirinya karena kondom? Jika begitu, kenapa tidak sekalian saja lelaki manis itu menghubunginya lewat pesan singkat.

Airin menghela napas panjang. Sejenak, dirinya merasa bahagia sebab Farelio yang mungkin memperhatikan keberadaannya.

Namun, sepertinya, angan-angan ini dihempaskan sesaat. Farelio tidak setulus itu, menurut Airin.

“Semuanya 357.000 rupiah,” ucap sang kasir.

Setelah membayar semua keperluan yang telah dibeli, Farelio menggenggam kedua kantung plastik yang penuh dengan barang belanjaan.

Lagi, lelaki manis itu berjalan terlebih dahulu sebelum Airin mengikutinya. Tetapi, saat gadis cantik itu hendak melangkah, sebuah suara lembut menghentikan pergerakannya.

“Mbak, bilangin sama suaminya jangan pake pengaman terus. Sayang banget kalo gak segera punya momongan,” ujar ibu kasir tersebut.

Mendengarnya, perasaan Airin bercampur aduk. Ia tidak tahu harus merespon dengan cara yang bagaimana.

Alhasil, gadis cantik tersebut hanya tersenyum masam sembari menganggukkan kepalanya untuk setelahnya dengan cepat melengang pergi.

Airin tidak ingin terjebak pada percakapan yang canggung ini. Juga, Farelio sudah menunggunya di luar sana.

“Ada yang kurang?” tanya Farelio saat Airin berhenti tepat di sampingnya.

“Hah? Enggak kok,” elak Airin.

Lelaki tampan itu mengangguk tanda mengerti. “Kita makan dulu sebelom pulang,” finalnya.

“Nghh, ahh, Rel.”

Hanya dengan desahan yang mengandung namanya, Farelio seolah mendapat pasokan tenaga tambahan untuk terus menggepur gadisnya.

Lihat saja, bagaimana ranjang dengan kain seprai berwarna green sage itu sudah berbentuk tidak karuan dibuatnya.

Padahal, keduanya baru menyentuh tempat tidur yang berukuran tidak terlalu besar tersebut sekitar 15 menit yang lalu.

Jangan tanya. Farelio apabila suasana hatinya tengah berantakan, justru staminanya akan semakin kuat di atas ranjang.

“Moan my name, Airin,” bisik lelaki tampan itu tepat di sebelah telinga kiri sang gadis.

“Nghh, Farel, ahhh,” lirih Airin merespon perintah dominannya.

“Do i smack your sweet spot?” tanya Farelio menggoda.

Tidak mampu menjawab, gadis cantik tersebut hanya mengganggukkan kepalanya beberapa kali.

Sepasang manik selegam senjanya terpejam erat di bawah kungkungan Farelio. Kedua lengannya mengalung pada bahu lebar di atasnya.

Berperilaku serupa, Farelio juga kerap kali menengadahkan kepalanya lalu sesekali mengecup leher gadisnya kala rasa nikmat itu melingkupinya.

“Rel, ahh, i think i’m, nghh, gonna cum,” ucap Airin susah payah.

“Not yet, Rin, with my counts,” balas Farelio.

Mendengar gadisnya sebentar lagi akan menjemput pelepasannya, Farelio menambah tempo permainannya.

“Ahhh, Rel, faster, ahh,” lenguh Airin.

“Beg me,” singkatnya.

“Farel please, nghh, move faster,” ucap gadis cantik itu.

“Together, Rin,” perintah lelaki tampan itu.

Seolah berada di ritme yang sama, pada hitungan ketiga, keduanya mencapai titik ternikmatnya bersama-sama.

“Ahh, shit!” umpat Farelio.

Lelaki tampan itu mencabut kepemilikannya dari dalam sang gadis untuk kemudian melempar kantung penuh sperma itu ke tempat sampah.

Farelio merebahkan tubuhnya polosnya di sebelah sang gadis. Napas keduanya menggebu hebat.

“Thanks, Rin,” ucap Farelio.

Airin, gadis cantik itu lebih memilih untuk tidak menjawab. Ia menarik selimut yang sudah kusut itu untuk menutupi tubuhnya.

Menyadari Airin tidak menanggapi kata-katanya, Farelio bergerak menggenggam erat sebelah lengan gadisnya.

Airin dibuat meringis dengan gerakan tiba-tiba yang menyakitkan itu. Tubuhnya yang masih lunglai tidak mampu menerima stimulus spontan tersebut.

“Aw, Rel! Sakit,” lirih Airin.

“Jawab aku,” kata Farelio mengintimidasi.

“Iya, sama-sama,” balasnya.

Dengan begitu, Farelio baru mau melepaskan cengkraman tangannya pada lengan kurusnya. Airin menghela napas panjang.

“Aku tidur, ya, Rin. Bangunin aku kalo udah jam 7 malem,” jelas lelaki tampan itu.

“Iyaa, Rel,” jawab Airin lemas.

Dalam hitungan detik, gadis cantik itu dapat mendengar jelas suara napas yang teratur dari lelaki tampan di sebelahnya.

Perlahan, Airin mengubah posisinya agar menghadap ke arah lelaki tampan yang snagat ia sayangi itu.

Telapak tangannya bergerak mengusap rangka wajah tegas yang dipenuhi oleh guratas rasa lelah.

“Rel,” gumam Airin sangat pelan. “Kamu harus tau kalo aku sayang banget sama kamu,” lanjutnya.

Tidak ada respon yang terdengar sebab Farelio sudah benar-benar berpindah ke alam mimpinya.

Sepasang manik selegam senja itu menatap nanar pada insan yang sudah lama mengisi hatinya.

Kemudian, selimut yang tadinya hanya menutup setengah tubuh kekar itu, dengan inisiatif, Airin tarik sampai sebatas dada.

Tak lama, simpul senyum tipis namun masih terlihat cantik terpatri pada wajahnya yang juga cantik.