woes
“Akh!” pekik Airin.
Setelah obrolan singkat nan menyakitkan Farelio dengan orang tuanya, lelaki tampan itu dengan langkah mendentum menghampiri gadisnya.
Airin yang masih setia menunggu kartu atm milik Farelio untuk digesek di mesin pembayaran cashless itu merasa terkejut saat Farelio secara tiba-tiba menarik tangannya kasar.
Di dalam toilet pria, lelaki tampan itu menghempaskan tubuh mungil gadisnya ke arah tembok. Airin meringis sebab itu.
“Sakit, Rel,” rintih Airin.
Tidak menghiraukan sang gadis, Farelio justru mendekatkan wajahnya lalu mencium Airin ganas. Gadis cantik itu kewalahan.
Lelaki tampan itu bahkan tidak menghentikan ciumannya kala dirasa darah mengalir dari bibir sang gadis.
Farelio terlalu dilingkupi amarah untuk bersikap lembut pada gadisnya. Bahkan Airin harus memukul dengan keras dada lelaki tampan itu untuk mengembalikan kesadarannya.
Airin menghirup napas sebanyak yang ia bisa saat Farelio melepas ciuman mereka. Lelaki tampan itu menyeka darah sang gadis yang menempel di sudut bibirnya.
Napas keduanya menggebu. Sepasang manik selegam malam itu menatap tajam ke arah gadis cantik di hadapannya.
“Kamu kenapa, Farel? Ini kita masih di tempat umum. Kalo kita ketauan gimana?” sergah Airin sembari membersihkan darah yang mengalir dari bibirnya.
“Kamu pilih, main di sini atau di mobil?” tanya Farelio sinis.
“Maksudnya?” balas Airin tidak percaya. “Terlalu beresiko, Rel. Kita mending balik dulu ke apart,” lanjutnya.
Airin hendak berlalu pergi dari dalam toilet pria itu sembari menggenggam tangan Farelio saat lelaki tampan itu kembali melempar tubuhnya ke arah tembok.
Berbeda dengan yang tadi, kali ini Farelio mendekatkan dirinya pada sang gadis. Wajah tampan itu kini hanya berjarak beberapa inci dari wajah sang gadis.
“Kelamaan,” singkat Farelio. “Di sini atau di mobil?” tanyanya lagi.
Terdapat penekanan di setiap kata yang diucapkan oleh lelaki tampan itu. Farelio hendak mencium kembali gadisnya saat Airin menginterupsi.
“Di mobil,” jawabnya. “Tapi, tolong jangan di sini, Rel. Kita bisa ketauan,” jelas gadis cantik itu.
Dengan begitu, Farelio pergi kembali ke dalam toko untuk menyelesaikan transaksinya. Lelaki tampan itu akhirnya membayar dengan uang tunai.
Airin, gadis cantik itu berjalan gontai ke arah mobil. Pelupuk maniknya digenangi oleh cairan bening yang sebentar lagi akan tumpah.
Setelah menyelasikan pembayaran, Farelio kembali ke dalam mobil untuk kemudian menancap gas dengan kekuatan penuh.
Di sepanjang jalan, manik selegam malam itu menelisik ke segala sudut. Sekiranya di mana tempat yang aman bagi dirinya untuk menjalankan aksinya.
Setelah beberapa menit, Farelio menemukan lapangan luas yang dihalangi banyak pohon rimbun. Di sekitarnya banyak ruko yang sudah tutup.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama, lelaki tampan itu segera memberhentikan mobilnya di antara pohon besar. Tangannya bergerak menarik tuas rem tangan.
Di detik selanjutnya, yang terjadi adalah Farelio kembali mencium kasar gadisnya. Lelaki tampan itu menarik Airin agar duduk di atas pangkuannya.
Lidahnya aktif mengabsen satu per satu gigi sang gadis serta melilit lidah lawannya. Tidak sampai situ, sepasang tangan Farelio juga bergerak menjamah semua aset yang bisa ia jangkau.
“Ahh, Rel,” desah Airin saat lelaki tampan itu meremas payudaranya kuat.
Awalnya memang terasa nikmat, namun rasa itu lama kelamaan berubah menjadi menyakitkan. Farelio semakin gencar bermain ganas dengan buah dadanya.
Airin menggigir bibir bagian bawahnya. “Sshhh, sakit, Rel,” rintihnya.
Farelio, lelaki tampan itu tidak menghiraukan pernyataan yang dilontarkan gadisnya. Ia malah melonggarkan tali pinggangnya.
“Bukan celana kamu,” perintahnya.
“Sekarang?” tanya Airin ragu.
Pasalnya, ia belum sepenuhnya terangsang. Kepemilikannya di bawah sana pasti belum basah seluruhnya.
“Sekarang, Airin,” ujar bias suara sedalam palung itu.
Tidak ada pilihan lain, gadis cantik itu harus menuruti permintaan sang dominan atau yang terjadi berikutnya akan lebih mengenaskan dibanding sekarang.
Perlahan, Airin membuka celana denimnya. Hal serupa juga dilakukan oleh Farelio. Berbeda dengan sang gadis, miliknya sudah berdiri tegak.
Saat Airin hendak menanggalkan pakaian dalamnya, pergerakannya dihentikan oleh Farelio.
“Aku aja yang buka,” ucapnya.
Lelaki tampan itu melepaskan kain yang menutupi vagina gadisnya untuk kemudian ibu jarinya bergerak mengusap pelan klitorisnya.
“Nghh, ahh,” lenguh Airin.
Gadis cantik itu menengadahkan kepalanya. Tangannya mencengkram kuat bahu lebar lelaki tampan di hadapannya.
Farelio tidak ingin bermain lama dengan jarinya, lelaki tampan itu ingin penisnya yang bermain dengan milik Airin.
Lelaki tampan itu menarik ibu jarinya. Ia arahkan ibu jarinya tersebut ke arah mulut Airin. Tentunya, gadis cantik itu menyambutnya dengan baik.
Airin mengulum jari yang dilapisi cairan kenikmatannya. Farelio dibuat makin bergairah oleh aksi itu.
Gadis cantik itu bahkan dapat merasakan penis Farelio yang semakin menusuk ke bibir vaginanya.
“Sshhh,” lenguh Farelio. “You are a good kitten,” lanjutnya.
Sepertinya Farelio tidak bisa menahan lebih lama lagi. Lihat saja, bagaimana kepala penisnya sudah dibanjiri dengan cairan pra-ejakulasi.
Tanpa aba-aba, Farelio melesatkan penisnya masuk dalam sekali hentak ke dalam vagina Airin saat gadis itu masih sibuk menggoda lawan mainnya.
“AKH!” pekik Airin.
Airin merasakan sakit yang teramat sangat sebab sesi foreplay yang dilakukan Farelio belum sepenuhnya rampung.
Sehingga vaginanya belum seutuhnya terlumuri cairan pelumas alami. Gadis cantik itu memejamkan maniknya erat.
Sementara itu, Farelio seperti tidak memberi ampun padanya. Setelah menerobosnya miliknya masuk ke dalam sana, lelaki tampan itu langsung menggempurnya tanpa jeda.
“Ahh, Farel, sakithh,” lirihnya.
Namun, Farelio lagi-lagi tidak menggubris kalimatnya. Ia malah menarik tengkuk gadisnya agar masuk ke dalam ciumannya.
Di dalam ciuman tersebut, Airin merintih kesakitan. Ia mencoba memberi peringatan pada Farelio.
Tetapi, lelaki tampan itu seperti dirasuki oleh iblis. Farelio terus menggoyangkan pinggulnya agar penisnya menabrak ujung rahim gadisnya tanpa tahu Airin merasa kesakitan.
“Mmphh,” lenguh Airin dalam ciuman mereka.
Akhirnya, meski sebentar, Farelio menghentikan ciuman mereka. Walaupun dirinya masih bekerja keras di bawah sana.
“Ahh, kamu sempit, ahhh, banget, Rin,” ujarnya.
“Aku, nghh, sakit, Rel,” jelas Airin.
“Sebentar lagi, Rin,” balas lelaki tampan itu.
Sesuai dengan pernyataan sebelumnya, Farelio benar-benar akan mencapai pelepasannya sebentar lagi.
Ia mempercepat tempo serta memperdalam hantamannya pada vagina Airin. Sedangkan, gadis cantik itu hanya bisa menahan sakit. Airin menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Farelio.
“Ahh!” pekik Farelio.
Lelaki tampan itu telah mencapai titik ternikmatnya. Ia menyemburkan spermanya ke dalam rahim sang gadis. Farelio menyandarkan tubuhnya ke arah jok.
Airin pada awalnya tidak tahu bahwa Farelio tidak mengenakan pengaman hari ini. Namun, ia sadar saat perutnya terasa hangat.
Gadis cantik itu menegakkan tubuhnya. Ia menatap wajah tampan yang dipenuhi bulir keringat itu.
“Kamu gak pake pengaman, Rel?” tanya Airin sinis.
Masih dengan posisi yang sama, Farelio menggelengkan kepalanya beberapa kali. Entah ia lupa atau bagaimana.
“Gila kamu, Rel!” bentak Airin.
Akhirnya, setelah diberi ujaran kebencian seperti itu. Farelio mulai mengembalikan fungsi indera penglihatannya.
“Kamu gak akan hamil, Airin,” tegasnya.
“Kamu tau dari mana?! Emang kamu bisa memastikan?! Kamu bukan dokter, Farel!” protes gadis cantik itu.
Mendengarnya, Farelio mengangkat pandangannya pada wajah cantik yang saat ini berada lebih tinggi darinya.
Dua pasang manik itu saling menatap seolah maut. Bagaikan keduanya tengah bertengkar melalui jendela dunia itu.
Kemudian, sebelah tangan besar itu bergerak untuk menangkup dagu mungil Airin. Ia kembali mendekatkan wajahnya pada wajah sang gadis.
“Kamu gak akan hamil, Airin,” ulang Farelio. “Kalo sampe kamu hamil, aku bakal cari cara,” lanjutnya.
Airin, gadis cantik itu merasa jantungnya seperti dihunus tombak saat itu juga. Padahal, Farelio baru saja membuatnya menjadi gadis paling bahagia di dunia ini.
Namun, beberapa saat setelah, Farelio juga yang membuatnya merasa seperti didorong dari ujung tebing dengan dasar yang tajam.
Air mata yang sedari Airin tahan di pelupuk maniknya, perlahan turun. Rahangnya mengeras merefleksikan kemarahan.
Tidak ingin ambil pusing, Farelio malah melanjutkan kegiatannya. Ia mului mengecup daerah dada gadisnya yang terekspos. Berharap rasa sedih dan marah itu tergantikan oleh rasa nikmat dari permainannya.