off-the-cuff
“Kamu gak takut ketauan, Rel?” tanya Airin was-was.
“Ada Vino sama Alan di luar,” jelas Farelio.
“Tapi ‘kan mereka gak tau kalo kamu deket sama aku. Satu sekolah ‘kan taunya kamu deket sama Mona,” jelas gadis cantik itu.
Terdengar jelas pada pernyataan yang Airin lontarkan pada Farelio tersurat nada kekecewaan. Mendengarnya, lelaki tampan itu menghela napas.
“Aku aja gak tau siapa Mona,” ujarnya.
“Gak mungkin,” sergah gadis cantik itu.
Farelio, lelaki manis itu tidak menghiraukan kalimat gadisnya. Ia hanya sibuk menuntun gadisnya agar duduk di atas salah satu meja kayu di sana.
“Beneran, Rin. Aku gak tau siapa Mona,” ulang Farelio.
“Kam—“
Belum sempat gadis cantik itu merampungkan kalimatnya, lelaki tampan di hadapannya sudah menciumnya dengan kasar.
Airin sempat terhenyak sebelum ia mulai bisa mengikuti permainan Farelio. Gadis cantik itu mengalungkan sepasang lengannya pada bahu sang lawan main.
Tidak tinggal diam, tangan besar Farelio mengusap punggung lalu perut gadisnya untuk kemudian mengomando Airin untuk melebarkan kedua pahanya.
Lelaki tampan itu menyudahi ciumannya. Farelio mendekatkan wajahnya pada telinga kiri sang gadis.
“Kamu gak lupa kalo aku bassist ‘kan, Rin?” goda Farelio.
Hanya dengan kalimat bernada sensual tersebut mampu membuat aliran darah Airin berdesir cepat.
“I’ll show you what i’m capable of,” lanjutnya.
Sepersekian detik kemudian yang terjadi adalah Farelio mengusap pelan kepemilikan Airin dari luar pakaian dalamnya.
Sontak, gadis cantik itu menengadahkan kepalanya ke arah langit-langit sembari menggigit bibir bagian bawahnya.
Melihatnya, Farelio menyeringai puas. Dengan perlahan namun pasti, lelaki tersebut menyingkap rok seragam sekolah sang gadis.
Lagi, ia dibuat senang hatinya saat hanya dengan pergerakan sederhananya, Airin sudah basah di bawah sana.
“Guess your pussy really love my fingers, Rin. Look, you already wet,” ujar Farelio.
Airin, gadis cantik itu memilih untuk tidak menghiraukan pernyataan sang dominan. Ia hanya sibuk menikmatinya.
Belum lagi, saat ibu jari Farelio berkali-kali menekan klitorisnya dari arah luar. Tanpa sadar, Airin menggerakkan pinggulnya seolah meminta lebih.
“Nghh ahh, Rel,” desahnya.
“Beg me if you want more, Airin,” jelas Farelio.
“Ahh, please, Rel, nghh, take off my panties,” pinta gadis cantik itu.
“I didn’t hear anything, Rin,” selanya.
Farelio terus menggoda gadisnya. Meskipun berkata begitu, tangannya terus bergerak lebih dalam dan lebih cepat di bawah sana.
“Nghh ahh,” racau Airin. “Please put, ahh, your fingers, nghh, in my pussy, Rel,” jelasnya susah payah.
Dengan begitu, Farelio menghentikan kegiatannya sejenak. Tangan besarnya bergerak melucuti pakaian dalam Airin untuk kemudian ia simpan di dalam sakunya.
“Ahh, Farel!” pekik Airin.
Saat tanpa aba-aba, bukan hanya dua melainkan tiga jari lelaki tersebut melesat masuk ke dalam vaginanya.
Sepasang manik selegam senja itu terpejam dengan sangat erat. Sebelah tangannya mencengkram erat bahu sang lawan main.
Sementara, tangannya yang lain ia gunakan untuk menopang beban tubuhnya di atas meja kayu.
Farelio tidak main-main dalam hal ini. Lelaki tampan itu bersungguh-sungguh terkait keahliannya dalam memainkan bass.
Bassists are good with fingering. Setidaknya itulah kalimat yang terngiang di dalam otak gadis cantik itu sekarang.
Bahkan, tidak hanya sampai di situ. Sebelah tangan besar Farelio yang terbebas bergerak untuk meremas payudara Airin.
“Shh, ahh, Rel,” lirih gadis cantik itu.
“You like it, Rin?” tanya Farelio menggoda.
Tak mampu menjawab secara lisan, Airin hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali. Ia hanya dapat berfokus pada rasa nikmat yang diberikan Farelio.
“Kiss me, Airin,” perintah lelaki tampan itu.
Mendengarnya, Airin menarik tengkuk lelakinya agar mendekat kepadanya lalu menciumnya dengan ganas.
Keduanya terlibat permainan panas, terutama Airin. Sebelah tangan Farelio yang sedari tadi sibuk memijit buah dada gadisnya, berhenti sesaat.
Lelaki tampan itu membuka tali pinggang yang melingkar padanya. Kemudian, ia menurunkan zipper lalu celana dalamnya.
Farelio sudah siap untuk menghentak gadisnya saat sebuah dering yang nyaring menginterupsi keduanya.
“Sebentar,” ucap Farelio sembari menjeda aktivitas intim keduanya.
Ponselnya berbunyi. Alvino menghubunginya. Tak lama setelahnya, raut wajah pada patrian tampan itu berubah drastis.
Farelio berdecak kesal. Ia memukul permukaan meja yang diduduki Airin. Tentunya, gadis itu terkejut bukan main.
“Kenapa, Rel?” tanya Airin waspada.
“Benerin baju kamu, sebentar lagi bendahara sama sekretaris osis mau ke sini,” jelasnya.
Airin mengangguk paham. Pantas saja amarah lelaki tampan ini dengan tiba-tiba meledak.
Ternyata, sesi intimnya harus tertunda sebab anggota organisasi sekolah akan melakukan pemeriksaan pada ruangan ini.
Kini, keduanya sibuk merapikan baju seragam masing-masing. Airin kembali mengenakan pakaian dalamnya.
Sedangkan, Farelio memasang kembali tali pinggangnya. Lelaki tampan itu sempat mencuri ciuman dari gadisnya sebelum berlalu pergi.
“Kita lanjutin di apart kamu nanti,” finalnya.