run-up
“Kenapa kita gak main di apart aku aja, Rel?” tanya Airin.
Saat ini, keduanya tengah berada di sudut ruangan perpustakaan sekolah. Setelah mengirim pesan berbau seksual tersebut, Farelio segera menyusul gadisnya.
“I have no time, Rin. Habis ini aku mau latihan band,” jelas Farelio.
Perlu diketahui. Perpustakaan adalah ruangan tersepi dan tersunyi kedua setelah toilet wanita di lantai dua.
Perlahan, tangan kekar Farelio melingkar pada pinggang ramping sang gadis. Wajah tampannya mendekat ke arah kening.
Cup!
Farelio mengecup kening Airin sembari memejamkan maniknya. Kemudian, lelaki tampan itu menyisipkan helaian rambut yang menghalangi wajah cantik di hadapannya.
“Aku gak tau harus bersikap gimana ke kamu, Rin,” jelas Farelio. “Aku juga gak bisa pastiin gimana perasaan aku ke kamu, tapi satu hal yang pasti aku akan selalu butuh kamu, kapan pun dan dimana pun,” tambahnya.
Mendengarnya, Airin menundukkan pandangannya. Gadis cantik itu menghela napas panjang.
Entah apa yang Farelio maksud dengan perkataannya yang satu itu. Hati Airin merasakan emosi yang tidak menentu saat itu.
Gadis cantik itu akhirnya mengangkat pandangannya walaupun lubuk hatinya terasa berkecamuk. Ia mengalungkan lengannya pada sepasang bahu lebar di depannya.
“You may start, Farelio,” ujar Airin.
Dengan begitu, Farelio memulai sesi permainan panasnya. Ia menyesap belahan bibir yang selalu menjadi kesukaannya.
Tentu saja, Airin membalasnya. Bagaimana lelaki tampan itu selalu saja membuatnya candu dalam hal-hal seperti ini.
“Mmphh,” lenguh Airin tertahan.
Kala telapak tangan besar itu berpindah dari pinggangnya lalu meremas kuat buah dadanya.
“Shh,” ucap Farelio setelah menyudahi ciumannya. “You’re not allowed to be too loud, Airin, or we will get caught. Understand, hm?” tanyanya.
Airin berani bersumpah. Bias suara sedalam palung Farelio yang barusan mengusik indera pendengarannya sukses membuat darahnya berdesir cepat.
Degup jantungnya bertedak tidak sesuai ritme normal. Belum lagi, tatapan mata tajam bak elang yang siap menerkam mangsanya kapanpun.
Airin hanya mengangguk paham untuk merespon imbauan dari Farelio. Gadis cantik itu kembali menurunkan pandangannya.
Namun, hal itu tidak berlangsung lama sebab tangan Farelio menangkup dagunya agar tatapan gadis cantik itu mengarah padanya.
“Look me straight in my eyes, Airin,” ujar Farelio. “You’re not allowed to see anything, except my eyes,” tambahnya.
Lagi, Airin hanya mengangguk paham. Farelio, lelaki tampan itu bak menyihir lawan mainnya agar sangat patuh pada segala perintahnya.
“Nghh,” lirih Airin.
Saat Farelio dengan ganas menjilati daun telinganya. Gadis cantik itu meremat baju kemeja seragam sekolah milik Farelio dengan sangat erat.
Tidak ada jarak yang terpaut di antara keduanya. Farelio bermain dengan begitu lihai. Bahkan, tidak ada pergerakannya yang berpotensi menimbulkan suara, kecuali desahan dari Airin sendiri.
Juga, Airin dapat dengan leluasa menghirup perpaduan wewangian yang Farelio biasa pakai bercampur dengan aroma alami dari tubuh lelaki tampan itu.
Kemudian, jilatan itu perlahan turun ke arah dada sang gadis yang sedikit terbuka sembari tangan Farelio bergerak membuka satu per satu kancing kemeja seragam sekolah milik Airin.
“Don’t make it looks so crystal clear, Rel,” pinta Airin.
Saat Farelio mulai membuat tanda berwarna ungu kemerahan di sekitar payudara sang gadis yang yang terbalut bra.
“Roger that, Airin,” jawabnya singkat.
Setelah meninggalkan beberapa bekas lagi, Farelio kembali bergerak. Kali ini, meluruhkan pakaian dalam dari balik rok seragam sekolah gadisnya.
Potongan kain itu Farelio simpan di saku belakang celana seragam sekolahnya untuk kemudian ia berlutut di depan Airin.
“Akh,” pekik Airin pelan.
Pasalnya, Farelio dengan gerakan tiba-tiba mengangkat sebelah kakinya agar bertengger di atas bahunya.
“Glad to see your pinkish pussy again, Airin,” ucap Farelio.
Sepasang manik selegam senja itu tidak mau berhenti menatap aset indah yang tersaji di hadapannya.
Farelio dapat melihat dengan jelas bagaimana vagina gadisnya memerah seolah minta segera dipuaskan.
“Shh ahhh,” desah gadis cantik itu.
Lelaki tampan itu melesatkan lidahnya untuk bertempur di bawah sana. Airin sadar suaranya terlalu menggema di dalam ruangan perpustakaan ini.
Gadis cantik itu menggigit pipi bagian dalamnya untuk mereduksi lenguhan yang berpotensi terucap secara tiba-tiba saat Farelio tengah melecehkannya.
Airin mencoba menahan lirihannya saat hidung bangir Farelio menghantam klitorisnya berkali-kali sementara benda kenyal itu menghujam titik manisnya.
“Shit, Farelio!” umpat Airin.
Mendengarnya, lelaki tampan itu menyeringai puas di sela-sela kesibukannya. Farelio tahu ia berhasil menikmati gadisnya.
“Mphh, i think, ngh ahh, i’m gonna cum,” tambah gadis cantik itu.
Dengan begitu, Farelio menggencarkan permainannya pada vagina Airin. Tentu saja, gadis cantik itu dibuat kewalahan olehnya.
“Ahh!” final Airin.
Gadis cantik itu berhasil menjemput titik ternikmatnya. Kepalanya menengadah ke arah langit-langit serta napasnya menggebu hebat.
“Good job, Airin,” puji Farelio seraya menatap sensual kepada gadis cantik yang kini berada lebih tinggi dibanding dirinya.