tide
“Acaranya di GSG,” ujar Airin kepada sesosok hantu yang mendekatinya.
Gadis cantik itu tengah duduk di pinggir lapangan basket sembari memeluk tubuhnya sendiri saat sesosok tubuh tinggi yang tertutup kain putih di sekujur tubuhnya itu berjalan mendekat ke arahnya.
Airin tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia takut akan seseorang, jika bisa dibilang itu adalah manusia, yang tengah menghampirinya.
Tanpa ada sepatah kata pun, sesosok menyeramkan itu duduk dengan jarak yang terpaut di sebelah kanannya.
“Pake,” singkatnya.
Suaranya terdengar berat dan tidak asing. Sesosok yang ternyata seorang lelaki itu, berdasarkan penelisikan Airin dari bias suaranya, menyerahkan kemeja berbahan flanel berwarna merah kepadanya.
“Untuk apa?” tanya gadis cantik itu.
“Pake dulu,” balasnya.
Pada akhirnya, Airin menyambut tangan besar berotot yang mengulurkan sebuah kemeja untuknya.
Jika boleh jujur, gadis cantik itu mulai merasa kedinginan sebab baju yang seharusnya berfungsi untuk menutup seluruh permukaan kulitnya, malam ini tidak berfungsi dengan baik.
“Gua kenal suara lo,” sela Airin seraya memakaikan potongan kain itu pada tubuh bagian atasnya.
“Pasti kenal lah,” jawab lelaki itu.
“Lo ngapain di sini? Acaranya ‘kan di GSG,” tanyanya.
“Nyamperin lo lah,” jawabnya lagi.
“Sumpah! Gua kenal suara lo,” ucap gadis cantik itu lagi.
“Gua Alby, Airin,” final lelaki tampan itu.
“Lo ngapain di sini, By?” tanya Airin tiada hentinya.
“Dibilangin gua nyariin lo,” balas Alby.
“Lo cosplay jadi siapa sih sebenernya? Perasaan tadi gua liat di Twitter lo jadi penjaga pintu neraka,” jelas gadis cantik itu.
Airin, gadis cantik itu penasaran tentang banyak hal. Mulai dari mengapa Alby mencarinya di malam dengan hembusan angin dingin seperti ini lalu memberinya kemeja flanel berwarna merah sampai konsep hantu seperti apa yang lelaki manis itu pilih untuk acara sekolah malamini.
“Diem deh lo,” sergah lelaki manis itu. “Lo sendiri jadi apa malem ini? Lo gak sempet ngejahit baju apa gimana? Keliatan semua tuh,” lanjutnya.
“Ya, gua gak tau,” enteng gadis cantik itu. “Gua dibeliin,” lanjutnya.
Airin menggelantungkan kakinya dari tempat yang ia duduki lalu mengayunkannya ke depan dan ke belakang.
Alby, lelaki manis itu mati-matian menahan untuk tidak meraup gadis cantik di sebelahnya sebab rasa gemas.
“Lo mending pulang deh. Di sini dingin, acaranya juga bentar lagi selesai,” dusta Alby.
Mendengarnya, Airin terkekeh. Ia menolehkan pandangannya ke sebelah kanan untuk mencoba melihat sosok Alby lebih jelas lagi.
“Jangan ngedeket!” pekik lelaki manis itu.
“Gua bukan setan, Alby. Lo gak perlu teriak,” ujar Airin sembari memutar bola matanya yang berbinar sebab ditimpa sinar rembulan.
Sejenak, tidak ada percakapan signifikan yang terjadi di antara keduanya. Airin cukup merasa terkejut dengan hal itu.
Ini aneh. Jika biasanya Alby akan menanyakan semua hal konyol, kali ini lelaki manis itu didominasi oleh kesunyian. Alby hanya diam di tempatnya duduk.
“Lo pulang aja deh, acaranya gak seru,” alibi lelaki manis itu.
“Iya, nanti, By. Tunggu selesai dulu,” jawab Airin.
“Lo pulang sama Karel, ya?” tanya Alby.
“Farel, By. Namanya Farel,” jawab gadis cantik itu lagi sembari menahan tertawaannya.
“Ya, pokoknya cowok itu lah,” balasnya.
“Iya. Gua pulang sama Farel,” jelas Airin.
“Lo kenapa sama dia?” tanya Alby tiba-tiba.
“’Kan gua udah bilang ke lo kalo gua ke acara sekolah bareng orang lain,” ucap gadis cantik itu.
“Bukan itu,” selanya.
“Ya, terus apa?” balas gadis cantik itu dengan bertanya.
Alby bukannya menjawab malah menguspa wajahnya kasar dari balik kain putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Kemudian, lelaki manis itu bangkit dari posisi duduknya.
“Lo gak bakal ngerti kalo gua jelasin juga. Otak lo gak mampu,” ejeknya.
“Nyesel gua ngobrol bareng lo,” kata Airin. “Padahal gua sedikit punya harapan lo bakal gangguin gua lagi karena jujur sepi rasanya,” lanjut gadis cantik itu.
Alby tanpa sepengetahuan Airin, sepasang manik indahnya membelalak kala indera pendengerannya menangkap stimulus yang mungkin ingin sekali ia dengarkan.
“Gua bakal ganggui lo lagi,” jelas lelaki manis itu. “Tapi gak sekarang karena sekarang lo harusnya pulang. Tapi lo pulangnya gua pesenin taksi online karena gua gak bisa anter lo. Tenang aja, supirnya mantan supir gua juga kok, jadi aman,” sambungnya.
Airin, gadis cantik itu mengernyitkan keningnya saat mendengar pernyataan yang lelaki manis itu sampaikan kepadanya.
Tanpa mengucapkan salam perpisahan, Alby mulai melangkahkan kakinya menjauhi sang gadis. Namun, sebelum terlampau jauh, ia berhenti sejenak.
“Lo malem ini cantik banget, Rin. Gua gak bohong pas gua bilang gua mau dateng ke acara sekolah karena mau liat lo pake kostum cantik. Tapi…,” Alby menggantungkan kalimatnya.
Walaupun terdengar samara, Airin masih dapat mendengarnya dengan jelas. Bagaimana Alby memuji kecantikannya mala mini. Berbeda dengan Farelio yang hanya berfokus dengan keseksian dan keterbukaannya saja.
“Terlalu terbuka,” singkatnya. “Gua udah pernah bilang sama lo buat gak pake sesuatu yang terlalu terbuka, kan?”
Selepasnya, Alby kembali melangkah menjauh. Namun, kali ini ia tidak berhenti untuk melontarkan sanjungan kepada gadis cantik sang pujaan hatinya. Entah kembali ke dalam gedung tempat acara sedang berlangsung atau ke mana, Airin tidak tahu.
Tapi, ada satu hal yang Airin tahu. Malam ini, saat langit dipenuhi bintang kala dirinya sedang bersedih, Alby datang mencarinya. Alby memujinya dengan kata cantik dan tulus. Airin, hatinya tidak pernah seluluh itu sebelumnya.
“Thanks, By,” gumam Airin seraya tersenyum penuh makna.
Sementara itu, di sisi lain, Alby menghentikan langkahnya di balik pohon besar yang jaraknya sebenarnya tak jauh dari tempat Airin duduk. Sesekali, lelaki manis itu mengintip dari balik pohon dengan sebelah matanya yang tertutup.
“Anjir lah,” umpat Alby. “Gegara Karel gua harus jadi liat Airin dari balik kain putih ini,” keluhnya.