rendezvous
Terdengar suara langkah yang mendetum di sekitar lorong lantai dua. Itu Farelio. Jika bukan, siapa lagi?
Sepasang manik selegam malam itu menatap lurus ke depan. Rahangnya mengeras seolah mengekspresikan kemarahan.
Farelio menghentikan langkahnya kala indera penglihatannya menangkap dua orang gadis yang tengah berdiri berhadapan di depan toilet wanita.
“Kak Farel,” ujar Mona dengan nada suara yang dibuat-buat seperti anak kecil.
“Kamu gak apa-apa?” tanya Farelio lembut.
Mendengarnya, Airin mengernyitkan keningnya. Rahangnya jatuh dari peraduannya. Ia tidak percaya dengan apa yang barusan Farelio ucapkan pada Mona.
Mona hanya mengangguk beberapa kali menjawab pertanyaan dari kakak kelasnya itu untuk kemudian menatap sinis pada Airin.
“Tadi dia ngebentak aku, Kak, terus narik rambut aku juga,” jelas gadis berambut sebahu itu.
Airin menyeringai kesal kala indera pengedengarannya menangkap stimulus menyebalkan yang dilontarkan Mona.
Sesungguhnya, yang dikatakan Mona adalah kebohongan. Faktanya, Airin-lah yang diseret oleh sang adik kelas dengan alibi ingin bicara empat mata.
Berikutnya, Farelio mulai melangkah ke arah Airin dan berdiri tepat di hadapan sang gadis untuk kemudian…
PLAK!
Ya, itu Farelio. Lelaki tampan itu dengan enteng menampar pipi mulus kesukaannya. Airin, gadis cantik itu terhenyak. Wajah cantiknya sampai berpaling ke arah kanan.
Peristiwa itu bertepatan dengan datangnya Alvino dan Nalandra. Kedua lelaki tampan itu juga ikut terkejut bukan main.
“Farel,” lirih Airin sembari mengusap pipinya yang terasa perih dan berubah merah.
“Kamu gak berhak nyakitin Mona walaupun kamu juga suka sama aku, Airin,” ujarnya datar.
Setelahnya, lelaki tampan itu merangkul bahu Mona dan mengantarnya untuk masuk ke dalam kelas di lorong lantai satu.
Sebelum berlalu, Farelio membisikkan sesuatu kepada dua teman terdekatnya itu. Alvino dan Nalandra yang diberi perintah begitu hanya dapat mengangguk mengerti.
Selepas kepergian Farelio dan Mona, dua orang kepercayaan Farelio itu berjalan mendekat ke arah Airin yang membeku di tempat.
“Farel bahkan gak nanya alasan gua bisa sama Mona di sini,” jelas Airin dengan suara terputus.
Airin menangis, tentu saja. Bagaimana lelaki tampan kesayangannya itu sampai tega melayangkan tamparan tanpa tahu situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Sejujurnya, baik Alvino maupun Nalandra tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan gadis yang baru pertama kali mereka temui ini.
“Jangan nangis, Rin,” ucap Nalandra membuka suara.
“Lo nyuruh jangan nangis yang ada dia malah makin nangis, Lan,” sergah Alvino.
Tidak ingin dibuat semakin pusing dengan kehadiran dua orang di sampingnya, Airin memilih untuk masuk ke dalam toilet wanita yang terletak tak jauh dari mereka.
“Anaknya kabur,” kata Nalandra.
“Yaudah lo ke kantin sana, Lan. Biar gua yang jagain Airin dari luar,” perintah Alvino.