reasoning (2)

Airin tersenyum saat sepasang manik selegam senjanya menangkap sesosok lelaki manis bertubuh tinggi tengah duduk memandangi lantai rumah sakit yang dingin sembari bermain dengan jari-jari tangannya. Ia tidak tahu apa yang Alby sedang lakukan, namun itu mampu membuat gadis cantik itu kepalang bahagia.

“Hai, By,” sapa Airin ramah sesaat setelah kursi rodanya sampai di hadapan Alby.

Alby mengangkat pandangannya. “Eh, Rin? Dari mana?” tanyanya disertai dengan senyuman. Namun, simpul itu tidak bertahan lama kala maniknya menemukan Farelio di sana. Alby segera membuang pandangannya.

“Udah lama di sini, By?” tanya Airin.

“Udah dari hari pertama, gua gak pernah ke mana-mana,” sindir Alby seraya menatap sinis musuh sejatinya itu.

Melihatnya, Farelio menatap ke segala arah asalkan tidak memandang langsung ke wajah Alby. Ia sedang mencoba berdamai dengan keadaan, alias bersama Alby yang menjadi pilihan gadisnya, dengan tidak memulai pertengkaran di tengah-tengah gedung rumah sakit, apalagi di depan Airin.

Sedangkan, Airin, di satu sisi, ia benar-benar gemas dengan Alby yang mungkin cemburu dengan kehadiran Farelio. Di sisi lain, ia sudah tidak sabar dengan beberapa hal yang akan disampaikannya kepada lelaki manis penuh humor itu. Setelah sekian lama, Airin tidak memandang wajah manis kesukaannya itu, ia sangat merindukan Alby.

“Oh, iya, bener juga. Ternyata suara lo yang gua denger pas gua lagi tidur panjang. Makasih, ya, By, udah mau stay di samping gua,” ujar gadis cantik itu.

“Lo dari mana? Kok lo gak istirahat?” tanya Alby bertubi-tubi.

“Abis ngobrol—” Belum sempat Airin menyelesaikan penjelasannya, Farelio sudah lebih dulu berbicara.

“Abis ngobrol sama gua,” ketusnya.

“Oh,” singkat Alby.

Mendengarnya, Farelio menatap tajam ke arah Alby dan sebaliknya. Alby tidak suka bagaimana Farelio bersikap padanya dan juga Airin. Setelah mencampakkan Airin begitu saja, tiba-tiba saja Farelio datang lagi dan memohon untuk kembali bersama gadis cantik itu. Airin bukanlah barang yang bisa ia pungut dan ambil sepuasnya.

“Sekarang Airin mau ngobrol sama lo,” ujar Farelio. “Aku duluan, ya, Rin. See you when I see you,” ucap lelaki tampan itu sembari mengusap pelan pucuk Airin.

“See you when I see you Take care, ya, Rel,” balas Airin ramah.

Alby mengernyitkan keningnya. Ia tidak percaya dengan adegan yang baru saja terjadi tepat di depannya. Bagaimana bisa Airin merespon semua yang dikatakan Farelio dengan senyuman yang amat sangat manis? Bahkan setelah semua yang sudah Farelio perbuat untuknya? Airin memang memiliki hati seperti malaikat, batin Alby.

“Lo gak apa-apa, Rin?” tanya Alby khawatir.

“Gua gak apa-apa, By,” jawab Airin disertai dengan senyuman.

“Farel mau ke mana?” tanyanya lagi.

“Pulang. Farel mau pindah ke Kanada,” enteng Airin.

Manik selegam malam itu membulat. “Maksudnya?” tanya Alby penasaran.

“Ya, Farel pulang karena dia mau pindah ke Kanada,” jelas gadis cantik itu. “Gua sama Farel udahan, By. Kita mutusin buat jalan masing-masing,” lanjutnya.

Lagi, sepasang manik itu kian membulat. Airin banyak membawa kejutan padanya hari ini. Akhirnya, Alby dapat bernapas dengan lega. Airin tidak lagi terjebak dalam hubungan labirin dengan lelaki tampan itu. Serupa dengan Airin, Alby sama bahagianya. Apakah ini memang jalan yang Tuhan ciptakan untuk mereka?

“Lo serius, Rin?” tanya Alby tanpa henti.

Airin menganggukan kepalanya dengan semangat. “Gua sayang sama Farel, By, tapi gua butuh lo. Gua bahagia sama Farel tapi gua jauh lebih bahagia bareng lo,” jelas Alby.

Penjelasan yang tidak terlalu panjang itu membuat Alby mematung di tempatnya. Ditatapnya sepasang manik selegam senja yang sudah menjadi kesukaannya sejak hari pertama ia mendatangi sekolah yang sama dengan Airin. Tanpa ia sadari, senyum manisnya mengembang.

“Makasih, ya, Rin. Makasih udah ngasih kesempatan buat gua,” ujar Alby tergesa-gesa. Ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

“Harusnya gua yang bilang makasih, By,” balas Airin serius. “Makasih udah selalu ada di samping gua, gak cuma pas seneng aja tapi pas sedih juga. Di saat dunia menjauh dari gua, lo malah mendekat. Maaf gua pernah buat lo kecewa, By,” ujarnya.

Di detik berikutnya, tanpa diduga-duga, Alby menarik Airin agar masuk ke dalam pelukannya. Airin dapat merasakan pelukan khas rasa rindu yang tulus dari Alby. Kedua tangannya bergerak mengusap punggung sempit yang sudah memikul beban berat selama ini. Untuk pertama kalinya, ia menghirup aroma tubuh Airin yang mungkin akan menjadi candu baginya.

“Jangan minta maaf, Airin. Lo gak salah apa-apa,” kata Alby masih di dalam dekapannya.

“Makasih, ya, By. Makasih banyak untuk semuanya,” ucap Airin seraya mengeratkan dekapannya.

Tak lama, Alby melonggarkan pelukannya. “Eh, sorry, Rin. Gua kelepasan.” Ia mengusap tengkuknya canggung.

Berbeda dengan Alby, Airin malah tertawa puas. “Gak apa-apa, Alby. Ini nih yang bikin gua gak bisa jauh dari lo, By. Gua baru tau dari mana semua kebaikan lo setelah ketemu sama Bunda,” jelas Airin.

“Lo udah ketemu sama Bunda? Ngobrol apa aja sama Bunda?” tanya Alby semangat.

Airin kembali menganggukkan kepalanya beberapa. Ia tersenyum, namun kali ini terlihat berbeda seolah kesedihan tersirat di dalamnya. “Gak banyak sih. Bunda cuma nyampein apa yang perlu disampein dari dr. Tiffany,” ujarnya.

Alby, lelaki manis itu menyadari ada yang salah dari gadisnya. Senyum itu mengisyaratkan sesuatu yang buruk. “Lo gak apa-apa, Rin?”

“Gua…,” kata Airin. “Keguguran, By,” lirihnya.

Mendengarnya, Alby kembali mematung di tempatnya. Ia mengerjapkan maniknya beberapa kali. Indera pendengarannya seperti tidak mau menerima informasi menyedihkan yang satu ini. Alby dapat melihat dengan jelas bagaimana gadisnya itu merasa kehilangan. Perlahan, titik air mata jatuh membanjiri pipi Airin.

“Gua izin peluk lo lagi, ya, Rin,” ucap Alby.

Tidak mampu menjawab dengan kata-kata, Airin hanya mengangguk untuk mengiyakan permintaan lelaki manis itu. Alby merengkuh sang gadis agar kembali masuk ke dalam pelukannya. Di dalam pelukan yang terasa sangat lara itu, bahu Airin bergetar. Alby tidak dapat berbuat banyak selain menenangkan gadis cantik itu.

“Jangan sedih lagi, ya, Airin. Lo punya gua yang selalu ada di samping lo,” jelas Alby sembari mengusap kepala bagian belakang Airin. “Gua minta maaf karena lo harus sampe ngerasain semua rasa sakit ini,” lanjutnya.

Airin menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Alby. Hanya bersama lelaki manis itulah, Airin dapat menjadi dirinya sendiri. Hanya dengan Alby, gadis cantik itu dapat meluapkan semua emosi yang selama ini ia tahan sendiri. Tuhan mendatangkan Alby di hidupnya bukan tanpa tujuan.

“Gua gagal, By. Gua gak bisa jagain dia,” gumam Airin dalam tangisannya.

“Enggak, Rin. Lo gak gagal dalam apapun. Jangan ngerasa bersalah, ya, Airin,” bantah Alby. Hatinya seperti disayat mendengar gadisnya ini merintih sebab rasa sedih.

Dari semua peristiwa yang terjadi hari ini, Airin dapat mengambil kesimpulan bahwa hidup adalah tentang pilihan. Kita semua mempunyai pilihan bagaimana kita akan menjalani hidup ini. Airin lebih memilih untuk bersama Alby dibanding Farelio sebab memang lelaki manis itulah yang Airin butuhkan.

Katanya, mencari pasangan itu bukan hanya berdasarkan kemauan, tetapi juga kebutuhan. Airin ingin Farelio untuk menemani hari-harinya, namun ia membutuhkan Alby untuk ada di hidupnya. Bukan opsi yang sederhana, tetapi Airin diharuskan untuk memilih sebab bagaimana pun juga kebahagiaannya adalah yang utama. Di antara Farelio dan Alby, Alby-lah yang menyadari hal itu.