quarrel
Sesampainya di rumah, Farelio langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah mewah nan megah itu. Dalam pandangannya, tidak ada siapapun di sana selain para asisten rumah tangganya.
“Farelio,” panggil suara berat itu.
Itu Kendrick, ayahnya. Lelaki paruh baya itu tiba-tiba saja muncul dari ruang kerjanya saat Farelio hendak menaiki tangga menuju kamar tidurnya.
“Masuk. Papi mau bicara sama kamu,” ujar Kendrick.
Setelahnya, lelaki paruh baya itu kembali masuk ke dalam ruangannya dengan Farelio yang mengekorinya.
Farelio, lelaki tampan itu mendudukkan dirinya di atas sofa besar yang terletak berseberangan dengan meja kerja sang ayah.
“Dari mana aja kamu?” tanya Kendrick.
Kendrick memposisikan dirinya menyandar pada meja kerjanya sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Sepasang maniknya menatap lurus pada sang anak.
“Rumah temen,” jawab Farelio singkat.
“Siapa?” tanya Kendrick lagi.
“Vino sama Alan,” balasnya.
“Jangan bohong. Kamu gak di rumah mereka selama dua minggu ini. Di mana kamu?”
Suara yang pernah menjadi favorit Farelio sebelum ia tidur di malam hari itu terdengar kian mengintimidasi.
Lelaki tampan yang sedari tadi mengatupkan telapak tangannya seraya memandang ke arah lantai, kini berubah menjadi menatap tajam ke arah sang ayah.
“Papi udah tau tapi kenapa masih tanya Farel? Papi ‘kan udah dapet informasi dari kaki tangan Papi. Jadi, untuk apa Papi tanya Farel lagi?” sarkas Farelio.
Dalam hitungan detik, atmosfer di dalam ruang kerja yang dipenuhi dengan kumpulan buku yang tersusun rapi pada rak kayu mahal itu berubah mencekam.
Aura kuat yang dikeluarkan sepasang ayah dan anak itu benar-benar terasa menegangkan.
“Kamu maunya apa sih, Rel? Papi capek ngadepin kamu yang kayak gini. Kamu tau kamu bisa minta apa aja ke Papi. Bilang aja ke Papi apa mau kamu,” jelas Kendrick.
“Farel udah bilang ‘kan kalo Farel maunya Mami, Pi,” ujar lelaki tampan itu.
Mendengarnya, Kendrick mengusap wajahnya kasar. Kemudian, lelaki paruh baya itu menghela napas panjang. Selalu saja sama, apa yang terjadi antara dirinya dan anak tunggalnya itu.
“Ada Yolanda, Farel. Dia yang akan jadi Mami buat kamu mulai sekarang. Masalahnya di mana?” tegas sang ayah.
“Mami Farel cuma satu, Pi, Mami Alisha, gak ada yang lain,” jelas Farelio.
“Kamu tau keadaan kita sekarang, Farel. Alisha ninggalin kita berdua! Dia pergi dari hidup kita, Farel,” ucap Kendrick.
Farelio dapat mendengar jelas bagaimana sang ayah memberi penekanan pada kata ‘meninggalkan’ di dalam kalimatnya.
Setelahnya, lelaki tampan itu berdiri dari posisi duduknya. Ia mengeratkan handle tas ranselnya pada punggung sebelah kanannya.
“Farel rasa Farel gak harus ngejelasin alasan Mami pergi ninggalin kita, Pi. Papi yang tau kenapa Mami bisa pergi dari hidup kita,” jelas Farelio.
Mendengar apa yang Farelio sampaikan padanya, Kendrick menggeram rendah untuk kemudian melangkah mendekati sang anak.
PLAK!
Kendrick menampar Farelio dengan keras. Lihat saja, bagaimana lelaki tampan itu sampai menoleh ke arah samping sebab ulah sang ayah.
Farelio dapat merasakan sakitnya tamparan itu, tapi rasa sakitnya tidak sebanding dengan kepergian sang ibu.
Lelaki tampan itu kembali memalingkan wajahnya untuk menatap sang ayah. “Farel sayang Papi,” finalnya.
Selepasnya, Farelio melengang pergi dari ruang kerja Kendrick untuk menuju kamar tidurnya di lantai dua. Kendrick dapat mendengar jelas sang anak yang membanting pintu dengan keras.
Masih dengan amarah yang berapi-api, Kendrick merogoh celana kerjanya dan mengeluarkan ponselnya.
Ia membuka aplikasi dan kemudian menekan satu tombol, di mana tombol tersebut berfungsi untuk mengunci pintu kamar tidur anaknya secara otomatis.
Klik!
Farelio menoleh kala suara tak asing itu menyeruak ke dalam indera pendengarannnya.
Ia berdecak kesal sebab tau asal dari suara itu. Ya, sang ayah mengurungnya di dalam kamar tidurnya.
Lelaki tampan itu melempar tas ranselnya ke sembarang arah. Ia melempar dirinya ke atas ranjang berukuran besar dan kemudian memejamkan maniknya.
“Airin,” lirih Farelio.