nexus
“Farel pulang, Pi” ujar lelaki tampan itu.
Farelio melangkahkan kakinya gontai untuk memasuki ruang kerja sang ayah. Sementara itu, Kendrick, terlihat tengah sibuk dengan beberapa berkas perusahaan yang tertata berantakan di atas meja kayunya.
Lelaki paruh baya itu meluruhkan sedikit kacamata yang bertengger di atas hidung bangirnya. Matanya menelisik keadaan putra tunggalnya yang sedang berdiri tepat di depannya.
“Dari mana kamu, Rel?” tanyanya.
“Rumahnya Vino, Pi. Lagi ngerjain tugas bareng, sama Alan juga,” jelas Farelio malas.
Sejujurnya, tanpa lelaki tampan itu jelaskan pun, ayahnya sudah tahu di mana keberadaannya.
Mengingat, Farelio sering kali memergoki seorang pria dengan setelan hitam rapi yang kian hari semakin menguntitnya.
Farelio yakin dengan sepenuh hatinya bahwa pria bertubuh tegap itu adalah salah seorang anak buahnya. Ah, lebih tepatnya mungkin bodyguard sewaan.
“Papi tau Farel gak bohong, kenapa masih nanya?” sambung lelaki tampan itu.
“Watch your mouth, Farelio. Papi gak pernah ajarin kamu untuk ngelawan Papi,” ujar Kendrick.
Mendengarnya, Farelio menghela napas panjang. Sepasang bola mata hitamnya bergulir jengah.
“Put your hands on my table,” lanjutnya.
Farelio, lelaki tampan yang sedari tadi merasa jengkel itu kini merasa cukup terkejut. Tentunya, ia tahu ke mana arah pembicaraan ini.
“You hear me, Farelio. Your hands on my table,” tegas sang ayah.
Dengan berat hati, lelaki tampan itu meletakkan sepasang lengan kekarnya di atas meja kerja ayahnya.
Selepasnya, Kendrick bangkit dari posisi duduknya untuk kemudian menumpukan kedua tangannya di atas meja, di hadapan sang anak.
“Papi tau kamu menyelinap keluar dua malam yang lalu. Benar ‘kan, Farelio?” ucap Kendrick mengintimidasi. “Dan Papi juga tau, ke mana kamu pergi,” lanjutnya.
Farelio menggertakkan rahangnya. Sialan! Dugaannya benar. Ayahnya mengetahui ia menyusup keluar dari rumah untuk pergi ke apartemen gadisnya.
“You may choose. Papi yang harus ngasih pelajaran ke kamu atau gadis itu yang harus Papi kasih pelajaran,” tawar Kendrick.
Sepasang manik selegam malam yang serupa dengan milik Farelio itu menatap tajam. Sesungguhnya, lelaki tampan itu ingin sekali membalas, namun…
“Farel mohon sama Papi jangan bahayain hidup dia, jangan sakitin dia. Hukuman Papi ada di sini, di Farel. Mulai dari kepergian Mami sampai hubungan Papi sama Farel. Hukuman Papi di sini, di Farel,” jelas Farelio.
Terdengar jelas bahwa lelaki tampan itu menekankan kata hukuman pada kalimatnya. Pastinya, hal itu sukses membakar lebih banyak lagi batu bara api amarah pada hati seorang Kendrick.
Lelaki paruh baya itu menyeringai. “On your own, Farelio.”
Dengan begitu, Kendrick melonggarkan tali pinggang berbahan kulit yang melingkar di tubuhnya.
CTARR!
Satu cambukan mendarat di lengan kanan Farelio.
CTARR!
Satu lagi cambukan berhasil mendarat.
CTARR!
Suara perpaduan antara sabuk kulit impor dengan kulit mulus lelaki tampan itu menggema di seluruh sudut ruang kerja Kendrick sore itu.
Farelio, lelaki tampan itu hanya dapat meringis pelan sembari menahan sakit yang teramat sangat.
Lihat saja, bagaimana lengan berurat itu mulai dipenuhi dengan banyak luka terbuka serta bekas lebam yang bersarang.
Rasa sakit yang Farelio rasakan dalam beberapa waktu belakang ini, bukan lain hanyalah untuk melindungi gadisnya.
Anak buah sang ayah, atau bahkan Kendrick sendiri, tidak akan pernah bisa menemui apalagi menyentuh Airin sedikit pun.