latter (2)

“Kita mau ke mana? Apart aku jalannya gak ke sini. Kamu mau culik aku, ya?” tanya Airin khawatir.

Mendengarnya, Alby tertawa puas. Ia membelokkan mobilnya di pertigaan setelah lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. “Ngapain aku culik kamu, Rin?” ucapnya masih sembari tergelak. “Kalo aku mau tidur sama kamu, makan sama kamu, deket sama kamu setiap hari, aku tinggal nikahin kamu. Iya ‘kan?” goda lelaki manis itu seraya menolehkan pandangannya ke sebelah kiri.

“Dari tadi nikah-nikah terus ngomongnya. Emang mau nikahin aku beneran?” ujar Airin menantang.

“Kalo mau, ya, mau. Emangnya kamu mau gak aku nikahin?” sergah Alby.

“Kita masih sekolah,” jawab Airin singkat.

“Ya, hari minggu dong. ‘Kan kita gak sekolah,” guyon Alby.

“Ish!” keluh Airin seraya melayangkan pukulan cukup keras pada lengan kekar Alby. “Jangan main-main deh,” ucapnya.

“Kenapa? Deg-degan, ya?” tanya Alby.

Airin melipat kedua tangannya di depan dada. “Iya,” singkatnya.

Alby tidak dapat menahan senyumnya sebab tingkah lucu kekasihnya itu. Akhirnya, tangan kirinya yang sedari menganggur, kini bergerak. Alby mengusap pucuk kepala gadisnya. “Lucu banget pacar aku,” ucapnya.

“Pertanyaan aku belom dijawab,” protes Airin seraya mengambil tangan besar itu untuk ia genggam.

“Pertanyaan apa?” jawab Alby dengan bertanya.

“Kita mau ke mana?” ulang gadis cantik itu.

“Owalah. Kamu mau es krim gak?” tawar Alby.

“Mau!” jawab Airin semangat.

“Yaudah. Kita beli es krim dulu kalo gitu,” ujar lelaki manis itu.

Jika boleh jujur, sebenarnya ini hanya akal-akalan Alby saja. Ia tidak ingin berpisah dengan gadisnya terlalu cepat walaupun besok mereka masih bisa bertemu di pekarangan sekolah. Alby hanya perlu menunggu beberapa jam lagi agar hari Minggu berganti menjadi hari Senin. Namun, lelaki manis itu memanfaatkan kesempatan yang ada.

Setelah berbelok ke kanan lalu ke kiri, akhirnya mereka sampai di gerai makanan cepat saji yang menyediakan lantatur. Di depan konter yang dilengkapi dengan pengeras suara tersebut, mobil klasik itu berhenti.

“Kamu mau es krim yang mana?” tanya Alby kepada sang kekasih.

“Aku boleh pesen dua gak?” balas Airin dengan kembali bertanya. Tangannya mengisyaratkan angka dua.

“Boleh. Mau rasa apa aja?” tanya Alby lagi.

“Yang pake cone satu, yang vanilla. Yang pake cup satu, yang oreo,” jelas gadis cantik itu.

Airin tidak dapat berdiam diri di tempat duduknya sebab bahagia yang memuncak. Setelah makan siang bersama dengan kedua orang tua dari kekasihnya, sekarang Alby memanjakannya dengan memberikannya makanan manis, tidak hanya satu melainkan dua buah.

“Seneng banget pacarnya aku abis dibeliin es krim dua,” ujar Alby sembari tertawa.

Setelah mendapat hidangan manis yang sudah dipesan, Alby memarkirkan mobilnya di lahan parkir terbuka di sana. Ia membiarkan sang kekasih untuk menikmati es krimnya dengan khidmat. Sepertinya, Airin terlalu bersemangat dengan makanan beku manis yang ada di genggaman tangannya.

“Makannya pelan-pelan dong, Sayang,” ujar Alby sembari membantu gadisnya untuk menyeka krim manis yang mengotori sudut bibirnya.

Melihat wajah manis nan tampan yang semakin mendekat, Airin bergeming. Sepasang manik selegam senjanya tidak dapat berhenti mengerjap. Napasnya juga tertahan serta jantungnya berirama tidak seperti biasa. Perlu ditekankan sekali lagi, Airin belum terbiasa dengan semua ini.

“Napas aja, Rin. Kamu gak lagi dikejar beruang kok,” ledek Alby. Ia menggoda gadisnya tetapi belum beranjak dari tempatnya.

“I-Iya,” jawab Airin terbata.

Alby dapat melihat dengan jelas bagaimana manik dengan binar seindah deburan ombak itu menghindari kontak langsung dengannya. Alby juga dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah cantik itu berubah menjadi semerah buah cherry. Melihatnya, Alby menyeringai. Ada seberkas ide yang terlintas di dalam pikirannya.

“By,” panggil Airin pelan.

Alby, yang disebut namanya lebih memilih untuk tidak menghiraukan gadisnya. Di detik selanjutnya, yang terjadi adalah lelaki manis itu semakin memangkas jarak yang ada di antara dirinya dengan sang gadis. Airin semakin gugup. Ia bahkan dapat merasakan napas hangat itu menghembus tepat di hadapannya.

Dengan begitu, Airin memejamkan matanya erat. Tentunya, ia sangat tahu ke mana arah dan apa yang akan kekasihnya itu lakukan padanya. Airin menahan napasnya saat hidung bangir itu menyentuh wajahnya. Namun, sebelum semakin jauh, Alby menghentikan semua pergerakannya.

Perlahan, ia membuka mata dan yang ia temukan adalah Airin yang sedang bersiap-siap untuk apapun yang mungkin akan ia lakukan kepada gadis itu. Juga, es krim yang ia pegang kuat-kuat, membanjiri seluruh permukaan tangannya. Sebenarnya, Alby juga tahu mengapa gadisnya bersikap demikian.

Alby dengan sengaja tidak melanjutkan kegiatan itu sebab ia sudah berkomitmen dengan dirinya sendiri. Kemudian, dengan cepat lelaki manis itu mencium kening gadisnya untuk kemudian mengusap pelan kepalanya. Alby tersenyum lebar sehingga manik minimalisnya menyipit.

“Aku gak akan ngapa-ngapain kamu sekarang, Airin, nanti aja tunggu udah sah,” jelas Alby.