Last Day in Bali (1)

Ting! Tong!

Alvino tengah menyandarkan tubuhnya di atas kepala ranjang sembari menyaksikan acara komedi di televisi kala sepasang indera pendengarannya menangkap bunyi yang bersumber dari bel kamar tidurnya bersama Nalandra. Dengan sigap, lelaki tampan itu bangkit dari posisi berbaringnya dani melangkah ke arah pintu.

“Eh, Car,” sapa Alvino saat melihat oknum yang menekan bel kamarnya. “Masuk dulu aja. Alan masih mandi,” sambungnya. Ia mempersilakan kekasih dari sahabatnya itu untuk masuk ke dalam sana.

“Iya. Makasih, Vino,” sahut Carla sembari mendudukkan dirinya di tepi ranjang.

“Shella gimana keadaannya, Car?” tanya Alvino yang duduk di sebelahnya.

“Masih sama kayak tadi sih, Vin. Anaknya langsung tidur abis mandi tadi. Sebelum tidur juga udah gua tetesin obat mata kok” jelas Carla.

“Mau pulang kok malah sakit,” dengus Alvino seraya menghembuskan napas panjang.

Ceklek!

Tak lama setelah percakapan tersebut berakhir, Nalandra muncul dari arah kamar mandi dengan sehelai handuk kecil bertengger di kepalanya. Sepasang manik selegam malam itu memicing ke arah sang kekasih dan sahabatnya yang tengah duduk berdampingan di ranjang tidur.

Carla tahu betul bahwa lelaki kesayangannya itu tengah membuat praduga di dalam pikirannya. Oleh sebab itu, ia menggulirkan matanya jengah. “Mulai lagi deh dramanya,” gumam gadis cantik itu.

Nalandra mendekatkan dirinya ke arah Alvino dan Carla. “Ngapain lo sama pacar gua?” tanyanya tak santai.

“Ya, menurut lo ngapain?” ketus Carla. Ia memandang kekasihnya itu dengan tatapan malas.

Tidak ingin mendengar perdebatan ala rumah tangga ini semakin lama, Alvino bangkit dari posisinya. Ia mendekati Nalandra tepat di samping telinganya. “Gua ke Shella dulu. Kalo lo perlu, ada di dompet gua,” bisik lelaki tampan itu. Alvino menepuk bahu sahabatnya itu lalu tersenyum untuk kemudian melengang pergi dari kamar tersebut.

“Kamu udah mandi, Car?” tanya Nalandra seraya duduk di tempat Alvino sebelumnya.

“Udah,” jawab Carla singkat.

Nalandra tidak dapat memalingkan tatapannya dari anugerah paling indah yang tengah duduk di sampingnya. Sesekali, simpul itu mengembang karena puas dengan pemandangannya malam ini. Tentunya, Carla menyadari hal itu. Ia menatap sinis kekasihnya dari jarak yang cukup dekat. Kemudian, ia menghela napas panjang.

“Ngapain kamu ngeliatin aku kayak gitu?” tanya Carla.

“Ya, gak apa-apa dong. ‘Kan aku lagi ngeliatin pacar aku yang cantik,” kata Nalandra cengar-cengir.

Berikutnya, yang terjadi adalah Carla mendorong jauh wajah tampan itu dari hadapannya. Gadis cantik itu bangkit dari posisi duduknya lalu berjalan ke balkon yang pemandangannya mengarah langsung ke arah pantai. Di malam yang dingin itu, bintang bertabur acak di luasnya semesta.

Carla mendongakkan kepalanya ke arah langit hitam yang berkilau. Walaupun temperatur yang dirasakan cukup menusuk, ia tetap memaksakan udara di sekitarnya untuk masuk ke dalam paru-parunya. Ingin bergabung bersama sang kekasih untuk menikmati malam terakhir mereka di sini, Nalandra menghampiri Carla.

Lelaki manis itu memeluk kekasihnya dari belakang. Ia melingkarkan lengan kekarnya pada pinggang ramping di hadapannya. Carla yang diperlakukan begitu sempat terhenyak sebab dekapan Nalandra yang sangat erat. Nalandra menyusupkan wajahnya pada perpotongan leher Carla. Di sana, ia dapat menghirup aroma peach yang bercampur dengan bunga lily.

“Ngapain sih, Lan?” tanya Carla.

“Ngecek kamu beneran udah mandi apa belum,” jawab Nalandra yakin.

Mendengarnya, gadis cantik itu tersenyum. Carla bukannya tidak suka, hanya saja tingkah laku manis dan mengejutkan seperti ini dirasa tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Bagaimana Nalandra selalu membuat dirinya menjadi ratu setiap kali bersama mampu membuat Carla jatuh sedalam-dalamnya kepada lelaki penuh humor tersebut.

Meskipun Carla terlihat dingin dan tidak dapat ditembus seolah ada bongkahan es yang menghalanginya dari dunia luar tetapi hal itu tidak berlaku jika sedang bersama sang kekasih. Semenjak bertemu dengan Nalandra, dinding es itu perlahan mencair. Kehangatan yang lelaki manis itu hantarkan membuatnya nyaman.

Merasa jantungnya berdegup semakin tidak beraturan, Carla memberontak agar sang kekasih mau melepaskannya. Namun, apalah daya, kekuatannya tidak sebanding dengan Nalandra. Semakin dilawan maka akan semakin erat pelukannya. Sebentar saja, hanya untuk sementara waktu, Nalandra ingin bersama wanitanya seperti ini.

“Jangan gerak, Car. Kayak gini aja,” ucap Nalandra. “Aku kangen kamu,” lanjutnya.

Mendengar ada pesan rindu yang dilontarkan, hati gadis cantik itu menghangat. Carla kembali menyungging senyum dalam diamnya. Malam yang indah disandingkan dengan dekapan dari lelaki tercintanya, Carla bertanya kepada dirinya sendiri. Apakah ia dapat lebih bahagia lagi dari malam ini?

Dengan gerakan perlahan namun pasti, sepasang tangan Carla bergerak. Tangan kirinya menangkup tangan besar yang melingkupi perutnya sementara tangan kanannya mengusap pelan pucuk kepala yang hinggap di bahunya. Nalandra benar, Carla ingin berada dalam posisi ini walaupun hanya sekejap.

“Aku sayang kamu, Car,” kata lelaki manis itu tiba-tiba.

Sebelum menjawab, gadis cantik itu mengangguk. “Iya, Nalandra. Aku juga sayang kamu,” ujarnya.

Selepasnya, tidak ada lagi percakapan signifikan yang terjadi. Keduanya, baik Nalandra maupun Carla, sama-sama terhanyut dalam atmosfer menenangkan yang mereka ciptakan sendiri dan didukung oleh semesta. Siapa yang dapat mengira bahwa hari terakhir liburan akan terasa sebermakna ini?

“Car,” panggil Nalandra. “Pindah dalem, yuk,” ajaknya.

“Di sini aja,” jawab Carla.

“Enggak, Sayang. Ini udaranya makin dingin. Kamu ‘kan gak bisa lama-lama kena udara dingin. Di dalem aja, ya? Nanti aku peluk kayak gini juga,” ujar lelaki manis itu.

Mendengar ada tawaran menarik, akhirnya Carla menyetujui perintah Nalandra. Nalandra menutup kembali pintu balkon sedangkan Carla mengambil posisi berbaring di atas ranjang. Saat berbalik, Nalandra dikejutkan dengan pemandangan yang tersuguh di depannya. Sepasang manik selegam malam itu membulat sempurna.

Jika tadi Carla mengenakan kimono tipis sebagai luaran baju tidurnya, sekarang gadis cantik itu hanya mengenakan gaun berbahan satin berwarna merah maroon yang kontras dengan kulitnya yang seputih susu. Nalandra dengan susah payah menelan salivanya. Carla memang terlihat paling cantik saat malam hari, menurutnya.

“Aku tiduran, ya, Lan. Punggung aku sakit abis jalan-jalan tadi siang,” jelas gadis cantik itu.

Nalandra menganggukkan kepalanya beberapa kali. Lelaki manis itu menempatkan dirinya di sebelah sang kekasih. Ia menyampirkan selimut tebal untuk menutupi tubuh mereka. Dengan gerakan ragu, Nalandra merentangkan lengan kanannya. Seolah peka dengan pergerakan itu, Carla meletakkan kepalanya di atas bahu lebar tersebut.

Tanpa disadari, untuk kedua kalinya, sepasang kekasih itu nyaman dengan pelukan hangat satu sama lain. Tidak ada suara yang menginterupsi mereka, kecuali detak tak beraturan dari jantung masing-masing. Sepertinya, malam ini akan menjadi malam ternyaman yang pernah dirasakan atau mungkin… malam terpanjang?

“Lan,” panggil Carla.

“Iya, Sayang?” sahut Nalandra diiringi senyuman.

Sejenak, Carla memandang wajah tampan yang lebih tinggi darinya itu seolah terbuai dengan binar dari netra yang terpancar dari sana. Tidak ada kata selain tampan dan menawan yang berputar di dalam benaknya. Sementara itu, yang dipandangi lamat hanya dapat bergeming. Carla tidak biasanya bersikap seperti ini, batin Nalandra.

“Kamu oke, Sayang? Kamu natap aku sampe gak ngedip gitu,” sergah Nalandra.

Di detik berikutnya, yang terjadi adalah Carla memangkas jarak yang bahkan sudah sangat dekat antara dirinya dan Nalandra. Dikecupnya belahan yang sedari tadi menggoda sanubarinya. Carla memejamkan matanya erat sedangkan Nalandra membelalak sebab gerakan yang tiba-tiba itu.

Namun, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas yang belum tentu datang setahun sekali, lelaki manis itu mulai mengikuti permainan yang gadisnya mulai. Nalandra mengeratkan pelukan beserta cumbuannya. Ingin melakukan sesuatu yang lebih, Carla mengusap dada bidang kekasihnya.

Nalandra lagi-lagi tidak mau kalah dari wanitanya. Kali ini, lidahnya melesat ke dalam mulut sang kekasih. Diajaknya benda lunak itu untuk bertanding dengan miliknya. Diabsennya satu per satu deretan gigi yang ada di sana. Sepertinya, malam yang dingin itu akan berubah menjadi malam yang panas.

“Mphhh,” lenguh Carla saat Nalandra menggigit bibir bagian bawahnya.

Setelah beberapa menit, Nalandra menyudahi acara bertukar saliva bersama gadisnya. Ia kembali menatap wajah cantik nan mungil itu dengan lamat. “Manis,” ujarnya dibarengi dengan seringai.

Berbeda dengan Nalandra, yang dipuji seperti itu tidak dapat menahan senyumnya. Seluruh wajah cantik milik Carla menyemburkan rona merah, terutama di kedua pipinya. Nalandra yang menyadari hal itu tertawa kecil. “Cantik,” katanya lagi.

Belum reda dari guncangan sebelumnya, Carla sudah kembali dihujani dengan kata sanjungan yang diucapkan oleh Nalandra. Hatinya seperti tidak diberikan waktu untuk istirahat dan menerima semua degupan khas rasa cinta itu. Nalandra sangat suka bagaimana rangka mungil itu berubah menjadi semerah buah cherry.

Sepersekian detik kemudian, Nalandra kembali membawa wajah cantik itu ke dalam cumbuannya. Carla memutuskan untuk membuang semua egonya dan membalas kecupan mesra itu. Ia dorong kepala bagian belakang lelaki kesayangannya agar mempererat ciumannya. Di sela-sela permainan itu, Nalandra menyeringai sebab ia tahu Carla telah menangkap umpannya.

“Nghh, ahhh,” desah Carla saat kecupan itu berpindah haluan ke beberapa bagian sensitif miliknya.

Setelah puas dengan bibir manis gadisnya, Nalandra ingin bermain dengan milik gadisnya yang lain. Lelaki manis itu mengubah posisinya menjadi di atas demi memimpin permainan. Dimulai dari menjilat daun telinga Carla sampai meninggalkan beberapa tanda kepemilikan berwarna merah keunguan di setiap inci permukaan kulit yang sudah terkespos.

“Ahh, Lan,” lirih Carla menetralisir kenikmatan yang ada.

Nalandra menunda sejenak kegiatannya. Ia membuka satu per satu kancing piyama yang dikenakannya lalu tampaklah perut atletis dengan cetakan otot sempurna. Carla mengusap lembut aset indah yang memanjakan pemandangannya selagi menggigit bibir bagian bawahnya. Melihatnya, Nalandra tersenyum lebar.

“Punya kamu,” kata Nalandra.

Lelaki manis itu kembali melanjutkan aktivitasnya. Saat ini, sepasang lengan kekarnya tengah bergerak melepaskan gaun tipis milik Carla. Nalandra melumat bibirnya saat menemukan tidak ada pakaian lain yang melindungi tubuh indah kekasihnya. Seolah gadis cantik itu sudah menyiapkan dirinya untuk malam yang panas ini.

“Untung tadi Vino langsung keluar,” ketus Nalandra kala mengingat wanitanya itu sempat mengobrol sebentar dengan sahabatnya.

Tidak ingin emosi negatif itu terus menjarah hati terdalamnya, Nalandra memutuskan untuk menikmati sajian yang ada di bawahnya. Tubuh indah itu dibuat menggelinjang saat Nalandra menyentuh puting gadisnya. Carla yang dilecehkan seperti itu tidak mampu menahan desahannya.

“Nghh, Lan, ahhh,” lirihnya.

Nalandra bagaikan seorang bayi yang haus akan susu ibunya. Lihat saja, lelaki manis itu terus menghisap puting payudara gadisnya dengan ganas sembari tangannya yang meremas, memijat, lalu sesekali memilin puting buah dada gadisnya yang menganggur. Nalandra andal dalam aspek seperti ini.

“Ahhh, Lan, lagihh,” pinta gadis cantik itu.

Dengan begitu, Nalandra menyudahi aktivitasnya bersama sepasang gunung sintal kekasihnya. Namun, permainannya tidak berhenti sampai di sana. Nalandra mengecup area di sekitar perut Carla lalu perlahan turun ke arah paha bagian dalamnya. Carla sangat suka bagaimana benda kenyal itu memberikan stimulasi di seluruh permukaan kulitnya.

“Nghh, ahhh!” pekik Carla saat lidah kekasihnya itu melesat masuk ke dalam kewanitaannya.

Tangannya meremat kain yang menutupi ranjang yang ditidurinya dengan sangat erat. Kepalanya menengadah ke arah langit-langit karena nikmat yang tak tertahan dari permainan intim yang lelaki kesayangannya. Nalandra selalu punya cara untuk memuaskan hasrat yang Carla rasakan bahkan ketika gairah itu sedang menurun.

“Lan, ahhh, cepetin, nghhh,” perintah Carla.

Mendengar ada titah yang harus dilaksanakan, ibu jari lelaki manis itu ikut bergabung di bawah sana, memutari klitoris sang gadis. Carla, oknum yang dipuaskan, memejamkan kedua maniknya agar dapat menikmati rasa itu dengan maksimal. Ia benar-benar dibuat menggila malam itu.

Namun, saat puncak kenikmatan hampir menghampiri gadis cantik itu, Nalandra menghentikan permainannya. Carla mengembalikan fungsi indera penglihatannya. Ditatapnya wajah tampan itu dengan manik yang berapi-api. Sebelum Carla sempat melayangkan protes, Nalandra lebih dulu menghimpit tubuhnya.

“Aku juga mau dimainin pake mulut kamu dong, Sayang,” pinta Nalandra dengan seringai seram disertai dengan tatapan yang mengintimidasi.

Jika biasanya Nalandra yang patuh dengan segala kemauan gadisnya, untuk malam ini, lelaki manis itu ingin Carla yang mengikuti semua perintahnya. Nalandra ingin menguasai wanitanya, setidaknya pada kesempatan seperti ini. Carla, yang bak tersihir, mengangguk pelan menyetujui pernyataan yang dilontarkan kekasihnya.

Alhasil, sepasang kekasih itu memutar balik posisi mereka. Nalandra yang tadinya berada di atas, kini beralih menjadi di bawah dan begitu juga sebaliknya untuk Carla. Sebelum mulai memanjakan batang yang mencuat hebat dari balik celana tidur itu, Carla menyatukan semua helaian rambut panjangnya untuk kemudian menguncirnya.

Hanya dengan sekelebat aksi seperti itu, Nalandra dibuat tersipu malu. Sepasang manik selegam malam itu berbinar dengan penuh harap. Simpulnya mengembang indah. Nalandra jatuh cinta lagi dan lagi kepada wanitanya. Di sisi lain, saat Carla meluruhkan celana berbahan satin berwarna hitam itu, ia menyadari bahwa ada sepasang manik yang memerhatikannya.

“Kamu suka banget ngeliatin aku kayak gitu, Lan,” ujar Carla. “Ngeri banget kayak penculik,” sambungnya.

Nalandra baru saja membuka mulutnya untuk merespon kalimat Carla saat kepemilikannya sudah sepenuhnya masuk ke dalam mulut gadisnya. “Shh, ahhh,” lirih lelaki manis itu. Nalandra dapat merasakan hangatnya lubang itu bersatu dengan penisnya.

Kemudian, sebelah tangan kekar itu bergerak menangkup kunciran rambut dari belakang kepala kekasihnya. Nalandra membantu kekasihnya untuk mempercepat tempo kuluman pada kejantannya. Bila tadi Carla yang dibuat terbang ke angkasa oleh Nalandra, sekarang giliran lelaki manis itu yang diberi nikmat surgawi oleh wanitanya.

“Nghh, ahhh, cepetin lagihh, Car,” pinta Nalandra.

Mendengar komando tersebut, Carla menambah kecepatannya. Beberapa kali gadis cantik itu tersedak oleh benda besar yang memenuhi tenggorokannya, tapi itu bukan masalah yang signifikan. Selama lelaki kesayangannya merasa nikmat, ia rela melakukan apapun. Hubungan timbal balik yang seperti inilah yang membuat keduanya kian hari kian mesra.

Sepertinya, Nalandra akan menjemput pelepasannya. Namun, sebelum titik ternikmat itu datang, ia menghentikan semua pergerakan yang Carla lakukan pada kepemilikannya. Ia tersenyum lebar seraya berkata, “Udah dulu, ya.” Nalandra menarik sebelah tangan Carla agar gadis cantik itu masuk ke dalam pelukannya.

“Kok udahan, Lan?” tanya Carla penasaran.

Mendengarnya, Nalandra terkekeh. “Kenapa? Mau lagi?” balasnya dengan kembali bertanya.

“Ya, nanggung gitu gak sih?” kata Carla.

“Iya, nanggung,” jawab Nalandra. “Mau lanjut?” tanyanya.

Carla menganggukkan kepalanya beberapa kali sebagai isyarat jawaban iya. Kemudian, sepasang lengan kekar itu kembali bergerak. Nalandra menarik tubuh mungil gadisnya agar duduk di atasnya. Carla yang diberikan pergerakan tiba-tiba seperti itu terhenyak. Ia menautkan kedua alisnya, bertanya-tanya maksud dari semua ini.

“Kamu yang di atas, ya, Sayang,” ucap Nalandra seraya memasangkan karet lateks yang ia dapatkan dari dompet milik Alvino pada penisnya.

Dengan begitu, Nalandra mulai menggempur kekasihnya dari bawah. Gerakannya lambat namun nikmat yang terasa seperti memuncak. Carla mulai mengikuti permainan itu. Ia bergerak pelan serupa seperti lelaki kesayangannya. Keduanya mengarahkan tatapannya ke arah langit-langit kamar sembari manik mereka terpejam.

“Nghh, Lan, ahhh,” desah Carla.

“Shh, ahhh, Car,” lenguh Nalandra.

Baik Nalandra maupun Carla, sama-sama menikmati pertempuran mereka di atas ranjang. Tubuh yang dipenuhi keringat serta suara yang menggema di seluruh sudut kamar malam itu menjadi saksi kenikmatan yang menyelimuti keduanya. Semakin dirasa akan semakin nikmat. Setelahnya, keduanya menambah kecepatan permainan mereka.

“Ahh, Lan, nghhh, cepetin lagihhh,” perintah Carla.

“Nghh, kamu juga, ahhh, Sayang,” jawab Nalandra susah payah.

Bunyi pertemuan antara kulit yang lembap serta decitan kaki ranjang yang menggesek lantai kayu itu bagaikan pemandu sorak yang menyemangati keduanya dalam sesi panas yang sedang berlangsung. Dengan atmosfer seperti ini, mungkin sebentar lagi sepasang kekasih yang sedang dibakar api gairah itu akan mencapai titik ternikmatnya.

“Ahh, Lan, udah gak, nghhh, tahan,” kata Carla.

“Shhh, bareng, Sayang” jawab Nalandra.

Selepas percakapan yang membutuhkan tenaga ekstra itu, Nalandra dan Carla meningkatkan lagi tempo gempurannya masing-masing. Beruntungnya, ranjang ini kelihatannya tahan akan guncangan apapun. Buktinya, gempa yang dihasilkan oleh sepasang kekasih itu masih bisa ditanggungnya.

“Alan!”

“Akhh!”

Seperti rencana sebelumnya, mereka menjemput pelepasannya bersama-sama. Keduanya diburu napas. Carla tumbang di atas tubuh besar kekasihnya. Dengan sigap, Nalandra menangkap tubuh mungil itu. Diusapnya kepala bagian belakang dan punggung wanitanya. Carla sudah bekerja dengan sangat keras malam ini.

“Pacar aku pinter geraknya,” puji Nalandra dalam bentuk candaan.

“Aku gak mau lagi di atas,” ucap Carla tersendat-sendat sebab napasnya yang terbatas. “Capek banget,” keluhnya.

Nalandra hanya tertawa kecil menanggapi kekasihnya yang menggerutu sebal itu. Carla kembali bergerak. Gadis cantik itu merebahkan dirinya di samping sang kekasih saat Nalandra membuang sekantung penuh sperma hangat ke arah tong sampah. Carla memeluk tubuh kekar itu dengan kedua tangannya. Ia menyembunyikan wajahnya pada dada bidang dihadapannya.

Nalandra dapat mendengar dengan jelas helaan napas berat yang dihasilkan oleh kekasihnya itu. Sepertinya, Carla tidak berbohong dengan ucapannya. Memang, berada di tempat teratas, untuk hal apapun itu, akan terasa sangat melelahkan. Lelaki manis itu tersenyum untuk kemudian menatap wajah cantik yang lebih rendah darinya.

“Aku ambilin minum, ya, Car,” tawar Nalandra.

Carla menggeleng. “Gak usah,” tolaknya.

“Minum, ya, Sayang. ‘Kan tadi abis ngulum punya aku juga. Pasti kering tenggorokan kamu,” ujar lelaki manis itu.

Selepasnya, Nalandra bangkit dari posisi berbaringnya bersama Carla untuk mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin. Ia memberikan air dingin itu kepada sang kekasih. Dan, betul saja, Carla langsung menegak habis isi botol tersebut. Nalandra tertawa lepas melihat kelakuan wanitanya yang malu-malu kucing.

Merasa diolok-olok oleh lelaki kesayangannya, Carla melempar botol plastik kosong itu tepat ke kepala Nalandra. Lelaki manis itu mengaduh sembari mengusap kepalanya. Ia kembali melompat ke atas kasur lalu menyerang kekasihnya. Sepasang tangan berotot itu berusaha keras untuk menggelitik seluruh titik geli yang Carla miliki.

“Jahat banget, ya, sama pacarnya. Sini kamu,” ujar Nalandra.

“Ih, Nalandra! Geli! Iya, udah, iya,” ucap Carla sesekali diselingi dengan tertawaan keras.

“Ampun gak?” ancam lelaki manis itu.

“Iya, ampun, iya, maaf,” final Carla.

Barulah setelah permohonan maaf terdengar, lelaki manis itu mengakhiri serangannya. Nalandra kembali menarik Carla untuk masuk ke dalam dekapannya. Dipeluknya gadis cantik itu dengan sangat erat seolah Carla akan pergi jauh apabila dirinya lengah. Nalandra menumpukan dagunya di atas pucuk kepala Carla.

“Lan,” panggil Carla.

“Hm?” Yang dipanggil hanya berdehem singkat.

“Jangan pergi, ya,” sergah Carla.

“Kenapa ngomong gitu?” tanya Nalandra.

“Aku gak pernah jatuh cinta sedalam ini, Lan” jelas gadis cantik itu. “Hampir semua kebahagiaan aku ada di kamu. Aku tau kadang rasa cinta ini gak keliatan di kamu tapi aku berani sumpah kalo aku sayang banget sama kamu,” lanjutnya.

“Iya, Carla. Aku gak akan pergi…,” jawab Nalandra menggantung. “Lagi.”

“Gak usah mikirin yang dulu-dulu, ya, Lan. Kita bisa sampai di sini karena kita sakit dulu,” tegas Carla.

Di akhir permainan intim itu, ternyata terselip percakapan signifikan yang melibatkan masa lalu keduanya. Jika ada istilah yang tepat untuk sepasang kekasih itu, maka ‘Carla jatuh lebih dulu, tetapi Nalandra jatuh lebih dalam’ adalah yang paling tepat. Mengingat, perjalanan yang penuh rintangan dan lika-liku yang dilewati sepasang kekasih itu menjadi mereka seperti yang sekarang ini.

Sepertinya, rasa suka akan selalu datang dari orang yang tidak dapat kita duga dan rasa sayang tumbuh karena rasa suka yang datang dari orang yang tidak dapat kita duga tersebut. Carla menginginkan Nalandra untuk hidup bersamanya, maka Nalandra menginginkan untuk hidup dan mati bersamanya.