Horror-Sweet Love

Starred by LTY as Anthony Faresta OC as Alesha Anjani

“Di sweet box banget nih?” tanya Alesha sinis.

“Iya. Kenapa? Kamu gak suka? Kalo kamu gak suka kita bisa ganti tempat duduknya,” balas Anthony.

Sesuai dengan rencana awal, Anthony sungguh-sungguh mengajak kekasihnya untuk menyaksikan film hantu yang seram bersamanya. Dan tentunya, bersama dengan tantangan yang secara sepihak ia berikan kepada sang gadis. Tidak ingin terlihat lemah atau semacamnya, Alesha-pun menyetujuinya. Toh, jika ia kalah yang akan menciumnya adalah kekasih tercintanya sendiri, Anthony Faresta.

“Emang bisa? Di mana?” skeptis sang gadis.

“Bisa. Di pangkuan aku,” enteng Anthony.

Mendengarnya, Alesha melayangkan satu pukulan keras ke arah lengan berotot yang ada di sebelah kirinya. Sementara itu, Anthony hanya terkekeh saat mengetahui gadisnya diam-diam tersipu malu. Setelah mencetak tiket yang dibeli secara online, Anthony dan Alesha berlalu ke arah cafetaria untuk membeli beberapa camilan, seperti caramel popcorn, ice green tea latte, dan ice americano.

“Ayy,” panggil Alesha.

“Hm?” Yang dipanggil hanya menyahut dengan deheman singkat. Anthony mengeluarkan kartu atm-nya untuk membayar makanan dan minuman yang mereka beli.

“Kenapa kamu milih tempat duduknya di sweet box? Biasanya juga di kursi biasa,” tanya Alesha yang masih belum puas dengan rasa penasarannya.

“Mau tau?” balas Anthony dengan kembali bertanya. “Mau tau apa alasan aku milih tempat duduknya di sweet box?” sambungnya.

Alesha menganggukkan kepalanya beberapa kali. “Iya. Apa?”

Dengan begitu, Anthony mendekatkan wajahnya ke arah telinga sebelah kanan sang gadis. “Biar mudah ngasih hukuman buat kamu,” katanya.

Alesha mengumpat di dalam hatinya kala indera pendengarannya diusik oleh sepenggal kalimat yang berpotensi besar menghasilkan pukulan lain pada lengan lelaki kesayangannya. Namun, sebelum gadis cantik itu dapat melancarkan aksinya, Anthony terlebih dahulu bergerak. Ia mengecup singkat kening kekasihnya. Oleh sebab sekelebat aksi romantis itu, Alesha dibuat bergeming di tempatnya.

“Ih, Anthony!” protes Alesha setelah mengembalikan kesadarannya. “Malu tau. Diliatin orang-orang tuh.”

Lawan bicaranya hanya terkekeh gemas. “Biarin aja. Biar semua orang tau kalo kamu itu punya aku,” ucap Anthony.

Setelah mendapatkan pesanannya di pick up counter, Anthony menuntun gadisnya agar berjalan berdampingan dengannya menuju studio yang dijadwalkan. Sebelah tangannya yang terbebas ia gunakan untuk menarik pinggang ramping Alesha agar masuk ke dalam dekapannya. Untuk kesekian kalinya, lelaki tampan kesayangannya itu sukses membuat jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.

Alesha bermonolog dalam hatinya. “Anthony clingy banget deh hari ini.”

“Kamu jangan ngomongin aku deh, Ayy. Orangnya ada di samping kamu kok,” ujar Anthony yang seolah-olah dapat membaca pikiran gadisnya dengan sangat jelas.

Mendengarnya, Alesha menatap heran ke arah lelaki tampan yang sekarang lebih tinggi darinya. “Kamu apaan deh? Siapa juga yang ngomongin kamu,” bantahnya.

Anthony tertawa puas ketika tahu Alesha sebenarnya salah tingkah dengan tebakannya yang tepat sasaran. Alesha hendak menjauhkan dirinya dari sang kekasih karena takut pikirannya akan kembali dibajak oleh Anthony. Namun, belum sempat Alesha mempercepat langkahnya, tangan kanannya ditarik agar kembali masuk ke dalam rangkulan lelaki kesayangannya. Alesha berdecak sebal.

“Ih, Anthony!” ucap Alesha kesal.

“Apa, Ayy? ‘Kan aku gak ngapa-ngapain,” ujarnya tanpa dosa.

“Kamu narik tangan aku. Gak sadar apa gimana, ya?” bantah gadis cantik itu.

Lebih memilih untuk tidak melawan, Anthony memuji gadisnya. “Kamu gemesin deh, Ayy,” katanya.

“Diem,” keluh Alesha.

Setelah melewati lorong yang panjang serta berbelok ke kanan sekali dan ke kiri dua kali, akhirnya dua sejoli itu sampai di studio yang dimaksud. Jam masih menunjukkan pukul tiga sore dan masih ada lima belas menit tersisa sebelum film dimulai. Tidak ada siapa pun di sana selain pegawai yang bertugas untuk memeriksa tiket para pelanggan. Pegawai tersebut tersenyum ramah kepada Anthony dan Alesha.

“Kamu mau tunggu di sini atau di dalem, Ayy?” tanya Anthony.

Alesha bergumam. “Di dalem aja deh,” jawabnya.

Anthony menyerahkan tiketnya kepada sang pegawai untuk dirobek ujungnya. Dengan begitu, sepasang kekasih itu masuk ke dalam studio yang berukuran cukup besar. Di dalam sana, tiga baris pertama diisi dengan beberapa kursi sweet box yang cukup untuk diduduki oleh dua orang dan sisanya diisi dengan single seat. Anthony dan Alesha berjalan menuju kursi sweet box yang berposisi di paling atas di ujung kiri.

“Ujung banget, ya, Anthony,” ketus Alesha. “Bayangin aja gak ada orang yang dudukin kursi-kursi di sebelah kita. Apa suasananya gak kerasa serem banget?”

Anthony setengah mati menahan tawanya. Anthony tidak ingin kehilangan atmosfer yang sebenarnya terasa hangat ini dengan Alesha yang melayangkan pukulan maut jika ia berani menyanggah argumen sang gadis. Anthony mempersilakan gadisnya untuk memilih sisi tempat duduknya, di kanan atau kiri. Itu bukanlah hal yang signifikan untuknya. Sebab, di mana pun Alesha duduk, Anthony akan selalu mempunyai cara untuk menjangkau kekasihnya.

“Kamu mau duduk di kanan atau di kiri, Ayy?” tanya Anthony.

“Aku di kiri aja deh,” kata Alesha.

Anthony menyetujui kekasihnya. “Oke, Ayy.”

Selagi menunggu film horror yang akan disaksikan mulai, Anthony dan Alesha menyamankan posisi duduknya masing-masing seraya menikmati jajanan yang mereka beli tadi. Setelah menyesap es kopi miliknya, Anthony memusatkan atensinya pada ciptaan Tuhan terindah yang pernah ditemuinya. Alesha hendak mencomot berondong jagung yang ada di sebelah kirinya saat tangan besar menghentikan pergerakannya.

“Ih, Anthony!” keluh Alesha. “Aku ‘kan mau makan popcorn-nya.”

“Ya, makan aja, Ayy,” ucap Anthony tanpa memalingkan pandangannya.

Alesha menghela napas panjang. “Ya, gimana aku bisa makan? Kalo tangan aku kamu pegang kayak gini,” jelasnya sembari mengangkat tangannya yang dikepal erat oleh sang kekasih.

“Oh, iya. Kamu bener juga, Ayy,” balas Anthony.

Dengan inisiatifnya, lelaki tampan itu menyuapi seperempat genggam caramel popcorn untuk gadisnya. Awalnya, Alesha menolak. Namun, melihat antusiasme dua gadis remaja tanggung yang menjadi penonton kisah cintanya bersama Anthony dari jarak dua kursi di depannya membuatnya tidak tega apabila harus menolak. Oleh karena itu, dengan setengah hati, Alesha membuka mulutnya untuk menyantap berondong jagung yang disodorkan Anthony.

Anthony tertawa lalu berbicara pada sepasang gadis yang Alesha maksud. “Pacar aku cantik, ya?”

“Iya, Kak. Pacarnya cantik banget,” jawab salah satu dari mereka.

“Nanti kalo cari pacar harus yang baik dan ganteng kayak aku, ya,” ujar Anthony dengan kepercayaan diri setinggi langit.

“Oke, Kak!” ucap gadis yang satunya lagi dengan semangat.

Setelah selesai berbincang singkat dengan Anthony dan Alesha, kedua gadis itu kembali menghadap ke arah layar. Keduanya dapat mendengar dengan jelas bahwa para remaja tersebut membicarakan keharmonisan mereka meskipun niat mereka ialah berbisik satu sama lain. Sepasang kekasih itu hanya dapat tertawa pelan saat indera pendengarannya menangkap ada dua nama laki-laki yang disebutkan.

“Itu pasti crush-nya, ya, Ayy,” terka Anthony.

“Iya. Itu pasti salah satu dari mereka atau bahkan dua-duanya langsung semangat lagi buat PDKT sama crush masing-masing,” tambah Alesha.

Tak lama setelahnya, lampu di dalam studio mulai padam serentak. Anthony dan Alesha sama-sama melirik jam yang melingkar di tangannya dan waktu sudah menunjukkan setengah empat sore. Setelah menayangkan iklan yang bekerja sama dengan perusahaan, aturan-aturan saat menonton di dalam, serta beberapa trailer film yang menarik untuk ditonton, akhirnya film utama dimulai.

“Aku takut,” ucap Alesha.

“Ini belum mulai film-nya, Ayy, masih opening dolby atmos,” jelas Anthony. “Sini deketan sama aku.”

Alesha mendekatkan posisi duduknya ke arah kanan. Anthony merangkul kekasihnya menggunakan tangan kirinya dan tangan kanannya menggenggam erat kedua tangan Alesha. Alesha dapat merasakan hangat yang Anthony hantarkan dari tubuhnya. Ia cukup dibuat tenang oleh kehangatan tersebut. Perlahan, Alesha menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Anthony.

“Masih takut, Ayy?” tanya Anthony memastikan.

“Udah enggak,” balasnya.

“Kamu jangan lupa ya, Ayy,” ujar Anthony.

“Lupa apa?” tanya Alesha keheranan.

“Kamu harus cium aku kalo kamu teriak,” jelas lelaki tampan itu.

Alesha menghela napas panjang. “Iya, Anthony. Kamu liat aja, ya, aku gak akan teriak.”

“Yang barusan kaget sama opening dolby atmos itu siapa, ya, Ayy? Padahal setiap mau mulai nonton film, opening itu selalu muncul,” ledek lelaki tampan itu.

“Diem, ya, Anthony. Filmnya udah mau mulai,” sergah Alesha.

Detik berubah menjadi menit. Dua sejoli itu masih nyaman dalam posisi masing-masing. Setidaknya, ada dua adegan jumpscare yang berhasil Alesha lewati dengan tenang. Ia mengobservasi dan menganalisa film tersebut sehingga dapat memperkirakan apakah adegan selanjutnya merupakan sesuatu yang menakutkan dan mengagetkan atau sekadar penyokong jalan cerita. Namun, keberuntungan itu tidak berlangsung lama.

“Ayy,” panggil Anthony.

“Hm?” balas Alesha singkat. Sepasang manik selegam senjanya meletakkan atensi penuh pada layar lebar di hadapannya.

“Abis ini ada jumpscare tau,” ucap Anthony. Sebetulnya, itu hanya lelucon saja. Anthony sendiri tidak akan menyangka bahwa ucapannya akan menjadi nyata.

Dan…

“MAMI?!?!”

Secara tiba-tiba, hantu perempuan yang bersembunyi di bawah ranjang muncul begitu saja. Alhasil, adegan tersebut sukses membuat teriakan pertama Alesha lolos. Ia mengutuk dirinya sendiri karena sudah lalai dan ditambah distraksi yang sengaja dilakukan oleh kekasihnya. Alesha menatap tidak suka kepada lelaki tampan yang duduk di sebelah kanannya. Berbeda dengan sang gadis, Anthony tidak dapat menahan tawanya. Kemudian, ia menyeringai.

“Dare is a dare, Ayy,” ejek Anthony. “You have to kiss me,” lanjutnya.

Untuk kesekian kalinya, Alesha menghela napas panjang. Ia menangkup rangka tegas yang berjarak hanya beberapa senti darinya. Ditatapnya lekat sepasang manik yang serupa rembulan malam yang mengkilat itu. Anthony memejamkan matanya dan begitu juga dengan Alesha. Lalu, perlahan Alesha mendaratkan bibirnya pada bibir sang kekasihnya. Ia mengecup mesra lelaki kesayangannya.

“Udah, ya,” kata Alesha seketika mengakhiri ciumannya.

Anthony yang bersemangat hanya mengacungkan jempolnya dengan semangat juga. Keduanya pun kembali melanjutkan film hantu yang sempat terabaikan. Berbeda dengan suasana sebelumnya, atmosfer yang menyelimuti Anthony dan Alesha cenderung menegangkan. Bukan karena film yang mereka saksikan, melainkan karena kecupan intim yang dilakukan beberapa detik lalu.

Siapa yang akan menyangka bahwa, dalam diamnya sepasang kekasih tersebut, ciuman yang baru saja terjadi membangkitkan gairah yang ada. Lihat saja, bagaimana Alesha tidak dapat duduk dengan tenang dan Anthony terbatuk beberapa kali sebab kerongkongannya yang terasa kering. Sementara keduanya sibuk mencoba membungkam hasrat masing-masing, film di depan mereka terus berlanjut dengan atau tanpa mereka perhatikan.

Lalu…

“PAPI?!?!?!”

Adegan seram nan mengejutkan kembali muncul. Kali ini, roh wanita yang penasaran itu membunuh kekasih dari sang pemeran utama laki-laki dengan menghujam pisau tepat ke arah jantungnya, persis seperti bagaimana sang pemeran utama laki-laki membunuh wanita tersebut setahun yang lalu. Ia tersenyum seram dengan wajahnya yang dipenuhi cipratan darah segar karena berhasil membalaskan dendamnya.

Setelah berteriak lebih keras dari yang sebelumnya, Alesha menelan salivanya susah payah. Itu berarti satu hal. Tanpa perlu diperintah, gadis cantik itu bergerak mencium kekasihnya. Pastinya, Anthony menyambut baik kecupan tersebut. Secara tidak sadar, Alesha mengusap dada bidang lelaki kesayangannya. Sedangkan, Anthony mendorong tengkuk gadisnya. Setelah beberapa menit barulah keduanya bersedia melepaskan satu sama lain.

“Ayy,” gumam Anthony. Netranya tidak ingin lepas dari wajah cantik di depannya.

Alesha, yang dipanggil tidak menjawab. “Hm?” Ia hanya berdehem pelan. Maniknya pun tidak mau melirik ke arah selain wajah lelaki kesayangannya.

Di detik selanjutnya, yang terjadi adalah Anthony dan Alesha, yang sama-sama sudah terbawa suasana intim, kembali melanjutkan kegiatan panas yang diduga sempat terhenti. Ciuman yang terjadi terlihat seolah-olah mereka tengah menyalurkan gairah dari satu pihak ke pihak lain atau memang kenyataannya seperti itu. Bagaikan studio milik berdua, Anthony dan Alesha tak acuh dengan keadaan di sekitarnya.

Entah sudah berapa kali sepasang kekasih itu mengubah posisi kepala mereka, dari kanan ke kiri dan sebaliknya. Di satu sisi, tangan Anthony bergerak ke semua permukaan yang dapat ia jamah. Di sisi lain, kedua lengan Alesha mengalung pada bahu lebar kekasihnya. Benda lunak yang ada di dalam mulut masing-masing terus bertanding demi meningkatkan hasrat yang terus meningkat.

“Nghhh,’ desah Alesha kala merasa tangan besar lelaki kesayangannya asyik bermain pada gunung sintalnya.

Dengan segera, Anthony mengakhiri ciumannya. “Jangan berisik, Ayy,” bisiknya.

Alesha mengangguk paham. Tentunya, ia tidak ingin menarik perhatian penonton lainnya saat sedang memadu kasih dengan Anthony. Meskipun tidak peduli apakah kamera pengawas menangkap dan merekam aksi kotor mereka, baik Anthony maupun Alesha tidak ingin kepergok secara terang-terangan bahwa mereka tengah bermain panas di dalam kursi sweet box paling kanan atas.

“Aku lanjutin, ya, Ayy,” gumam Anthony.

Alesha kembali menganggukan kepalanya. Dengan begitu, kegiatan intim yang sempat tertunda akan dilanjutkan kembali. Anthony menarik tubuh mungil Alesha agar duduk di atas pangkuannya. Awalnya, gadis cantik itu merasa tidak yakin karena aktivitas mereka mempunyai kemungkinan besar untuk tertangkap basah. Namun, dengan mantra dan obat penenangan seperti aja, gadisnya langsung menurut.

Anthony mulai mengecup bagian dada kekasihnya yang sudah terekspos sedikit sebab cardigan dengan kerah berbentuk ‘v’ yang dikenakannya. Alesha mengeratkan netranya saat merasakan nikmati ala duniawi yang lelaki kesayangannya ciptakan untuknya. Anthony meremas buah dada gadisnya. Sementara itu, Alesha mendorong tengkuk Anthony seolah meminta lebih.

“Mphhh,” lenguh Alesha tertahan.

Jika boleh jujur, suara-suara khas kenikmatan ini terlalu sayang untuk dilewatkan, baik bagi Anthony maupun Alesha. Bersamaan dengan sumber kebisingan yang mengandung kenikmatan tersebut, Anthony seolah mendapatkan energi tambahan untuk bermain dengan gadisnya serta Alesha selalu menyukai segala macam permainan yang kekasihnya lakukan. Namun, untuk kali ini, permainan akan berlangsung dengan sunyi.

Walaupun begitu, permainan akan terus berlanjut. Lihat saja, dua kancing teratas pakaian Alesha sudah terbuka lebar. Memberikan Anthony akses lebih luas untuk menjangkau aset indah miliknya. Dengan sedikit celah yang ada, di dalam gelapnya studio bioskop, lelaki tampan itu menghisap puting gadisnya selagi tangannya yang terbebas meremas, memijat, lalu memilin payudara sebelahnya.

Alesha berusaha setengah mati agar lenguhannya tidak kembali lolos. Ia menggigit bibir bagian bawahnya. Menyadari gadisnya sedang kesulitan bertarung dengan dirinya sendiri, Anthony berinisiatif membawa Alesha kembali masuk ke dalam ciumannya. Ia dapat merasakan gairah yang membuncah di dalam diri sang gadis. Alesha mencium kekasihnya dengan ganas. Keduanya dapat merasakan darah yang mengalir entah dari bibir siapa itu.

“Slow down, Ayy,” bisik Anthony setelah menyudahi cumbuannya.

“I can’t, Anthony,” rintih Alesha. “I can’t hold it anymore.”

Anthony tersenyum puas. Ia usap belahan menggiurkan yang di beberapa sisinya terdapat noda darah. Ia seka bekas tersebut menggunakan ibu jarinya untuk kemudian ia lumat ke dalam mulutnya. Anthony sangat menyukainya. Bagaimana gadisnya memohon untuk dipuaskan. Salahkan lelaki tampan itu. Alesha tidak akan meminta lebih apabila permainannya tidak memuaskan.

“You can, Ayy. Kita selesain kamu dulu, ya. Baru nanti kita lanjutin di tempat aku,” jelasnya.

Tanpa memberikan kesempatan untuk Alesha menjawab, Anthony sudah mendahuluinya. Keduanya kembali terhanyut ke dalam aktivitas intim. Tidak ada jarak yang tercipta di antara mereka. Anthony mengusap perut rata yang terasa hangat itu. Sedangkan, Alesha mengusap rangka tegas yang menguasai bibirnya. Ada rasa nikmat yang bercampur dengan adrenalin esktrem yang terjalin di antara mereka.

“Mphhh,” lenguh gadis cantik itu pelan. Sangat pelan dan hanya Anthony yang bisa mendengarnya.

Setelahnya, ciuman itu perlahan turun ke arah dada, di mana di sana sudah banyak terpampang tanda kepemilikan yang dibuat oleh sang kekasih. Kemudian, ciuman lelaki tampan itu kembali turun ke arah sepasang payudara yang menggoda. Anthony menyempatkan diri untuk kembali berinteraksi dengan aset favoritnya. Dan barulah pada sentuhan terakhir, Anthony mengusap kewanitaan gadisnya dari luar pakaian dalam di balik roknya.

“Nghhh,” desah Alesha.

Dengan sekelebat aksi tangan yang menyapu hangat kepunyaannya, Alesha seolah diberikan surga duniawi. Ia menengadahkan kepalanya ke arah langit-langit yang gelap gulita. Bagaimana pun juga, permainan panas ini dipersembahkan untuknya dari sang kekasih. Mau di dalam situasi dan kondisi seperti apa, rasanya akan tetap nikmat. Tanpa ia sadari, pinggulnya sedari tadi bergoyang pelan.

Pastinya, Anthony menyadari hal tersebut. Tangannya bergerak menelusup ke bagian dalam pakaian gadisnya. Alesha dapat merasakan tangan besar yang hangat itu mengusik kepunyaannya. Oleh karena itu, pergerakannya semakin menjadi. Anthony juga tidak kalah memainkan jari-jarinya di dalam sana. Ibu jarinya memutari klitoris selagi jari telunjuk dan jari tengahnya menusuk ke lubang yang lebih dalam.

“Ahhh,” lirih Alesha.

“Enak, Ayy?” tanya Anthony sensual.

Alesha mengangguk semangat sebab memang ini yang ia inginkan. “Cepetin, Ayy,” titahnya.

Sesuai dengan permintaan dari gadisnya, Anthony menaikkan tempo permainannya. Lalu, sedikit dan samar-samar mulai terdengar suara perpaduan antara dua benda berair yang saling bertabrakan. Cairan yang dihasilkan semakin banyak pertanda lawan main merasa puas dengan servis yang ada. Tak lama setelahnya, film horror yang diputar di layar bioskop mulai menunjukkan akhir dari cerita.

“Aku cepetin lagi, ya, Ayy,” ucap Anthony.

Dengan begitu, Anthony kembali mempercepat gerakannya. Kali ini, dua kali lebih cepat dibanding yang sebelumnya. Tidak hanya sampai di situ saja, demi membantu gadisnya untuk menjemput pelepasannya, berhubung film akan selesai sebentar lagi, tangan kanan Anthony yang dari tadi menganggur digunakan untuk meremas kencang payudara sang gadis. Alesha semakin dibuat menggila.

“Ayy, nghh, aku kayaknya, ahhh, mau keluar,” ujar Alesha susah payah.

Dan benar saja, hanya berselang satu menit setelah kalimat itu terucap, Alesha mendapatkan titik ternikmatnya. Anthony dapat merasakan otot-otot di sekitar vagina gadisnya berkedut. Cairan kental juga membasahi pakaian dalam dan tangannya di dalam sana. Alesha mencoba untuk mengatur napasnya yang menggebu. Meskipun pendingin ruangan di dalam sana berfungsi, keringat tetap mengucur di seluruh tubuhnya.

Sebelum mengembalikan Alesha ke tempat duduk semula, Anthony terlebih dahulu menolong gadisnya untuk membersihkan area kewanitaannya. Alesha yang baru saja menjemput titik ternikmatnya tidak sanggup jika harus bergerak sendiri. Ditambah, tubuhnya masih bergetar hebat, terutama kedua pergelangan kakinya. Anthony menyeka cairan khas kenikmatan itu dengan tisu basah dan tisu kering yang selalu ia bawa di dalam sling bag-nya.

“Capek, Ayy?” tanya Anthony yang masih sibuk pada aset indah milik gadisnya, dan dirinya juga.

“Menurut kamu aja. Aku ngejer tau,” jawab Alesha yang beberapa kali tersendat napasnya sendiri.

Anthony terkekeh. “Udah selesai, Ayy,” ucapnya.

Kemudian, Anthony mengangkat tubuh mungil itu untuk kembali duduk ke sebelah kirinya. Namun, tidak dapat dipungkiri, kedua kaki Alesha masih bergetar kencang. Anthony dapat merasakannya ketika ia meletakkan telapak tangannya di atas paha sang gadis. Ia mengusap kaki jenjang yang berguncang itu menggunakan telapak tangannya, mencoba untuk meminimalisir getaran yang ada. Sementara itu, Alesha menyandarkan tubuhnya ke arah kursi.

Anthony dan Alesha sama-sama mengangkat pandangannya kala lampu di dalam bioskop hidup bersamaan. Layar di depan mereka sudah menampilkan daftar nama terakhir. Keduanya tidak menyadari bahwa selagi mereka sibuk dengan kegiatan dan perbincangan masing-masing, film horror yang terputar terus berlanjut. Anthony melirik ke arah gadisnya dan yang ia temukan adalah Alesha yang berusaha menutupi kedua kakinya dengan tas miliknya.

“Masih gemeter, Ayy?” tanya Anthony sedikit khawatir.

“Masih,” kata Alesha. “Aku tadi keluar dua kali,” lanjutnya.

“Hah?!” pekik Anthony.

Setidaknya, suara lelaki tampan itu menarik perhatian empat barus di depannya. Sepasang remaja tanggung tadi juga ikut memperhatikan mereka. Anthony tidak menyangka bahwa permainan tangannya begitu andal sehingga membuat gadisnya kewalahan. Di satu sisi, Anthony merasa puas. Di sisi lain, ia tidak tega apabila harus melihat gadisnya kesulitan seperti ini.

“Aku bantu jalan, ya, Ayy,” tawar Anthony.

“Gak usah, Ayy. Nanti malah ketauan,” sanggah Alesha.

“Enggak, Ayy. Gak ketauan kok,” ujar Anthony menenangkan. “Aku bantuin, ya.”

Anthony membantu Alesha untuk berdiri dengan memapah kedua tangan sang gadis untuk kemudian ia merangkul pinggul gadisnya. Anthony berjalan berdampingan bersama Alesha. Sedikit banyak, hal itu sedikit mampu untuk menutupi Alesha yang belum bisa melangkah dengan baik dan benar. Anthony mengawasi satu per satu langkah kaki sang gadis sesaat menuruni anak tangga.

Untuk kedua kalinya, dua gadis remaja yang secara tidak resmi menjadi penggemar Anthony dan Alesha kembali berteriak senang. Anthony yang dengan telaten merangkul pinggul gadisnya selagi jalan berdampingan membuat hati mereka luluh. Padahal, keduanya tidak tahu adegan orang dewasa apa yang sudah Anthony dan Alesha lakukan di atas kursi sweet box yang mereka tempati.

“Pacarnya sweet banget, ya,” ucap salah seorang dari mereka.

“Iya, sweet banget ih,” sahut yang satunya lagi.

Anthony dan Alesha yang tidak sengaja mendengar percakapan itu hanya dapat tertawa. Pasalnya, ini bukanlah adegan romantis yang biasa terjadi dalam film atau novel percintaan. Hal ini dapat terjadi sebab beberapa perilaku nakal penuh hasrat yang keduanya perbuat. Tangan besar yang melingkup pinggang ramping itu bergerak mengelus perlahan. Alesha dapat merasakan dengan jelas pergerakan itu.

“Jangan diusap, Ayy,” ujar Alesha seketika mereka keluar dari gedung bioskop.

“Kenapa? Jadi pengen lagi, ya?” goda lelaki tampan itu seraya mengangkat sebelah alisnya.

“Ya, menurut kamu aja,” ketus Alesha.

“Adrenalinnya dapet ya, Ayy,” ucap Anthony.

“Iya, dapet,” kata gadis cantik itu tak santai.

“Jadi, lanjut ‘kan, Ayy?” tanya Anthony memastikan.

“Terserah deh,” final Alesha.

Mendengarnya, Anthony langsung menggendong tubuh gadisnya dan berlari kecil ke tempat parkir. Setidaknya, aksi mereka ini sudah menarik seluruh pengunjung mall yang ada di sekitar mereka. Alesha beberapa kali memerintahkan kekasihnya untuk segera melepaskannya dari dalam gendongan. Namun, apabila hasrat ataupun gairah yang sudah bicara, apapun akan dilakukan.