Hari Bersamanya

Di malam yang belum sama sekali larut itu, saat langit tampak sedikit sendu meskipun hari bahagia tengah singgah, ditemani oleh pemandangan khas metropolitan, sepasang kekasih itu memutuskan untuk menghabiskan hari bersama. Airin dan Alby sedang asyik bersenandung mengikuti lagu yang sedang terputar dari audio yang ada di dalam mobil klasik itu.

“Mohon Tuhan, untuk kali ini saja, beri aku kekuatan untuk menatap matanya. Mohon Tuhan, untuk kali ini saja, lancarkanlah hariku… hariku bersamanya… hariku bersamanya!”

Terdengar keduanya tengah menyanyikan salah satu tembang asmara berjudul Hari Bersamanya yang dibawakan oleh Sheila On 7, salah satu band asal Indonesia kesukaan Alby. Setidaknya, lagu dari band tersebut, Marcell, Kahitna, Chrisye, Hivi!, Jaz, Petra Sihombing, Glenn Fredly, dan yang lainnya telah menemani lelaki manis itu sejak awal pertemuannya dengan Airin.

“Aku udah hampir puter lagu ini sepuluh kali hari ini, By,” ujar Airin di tengah-tengah konser tunggal yang dibawakan oleh dirinya dan sang kekasih.

“Suka banget sama lagu ini? Apa gimana?” tanya Alby penasaran.

“Suka,” singkat Airin. “Sama kangen kamu juga,” lanjutnya.

Mendengarnya, Alby tidak mampu menahan senyumnya. Pipinya juga memanas mendengar pengakuan yang dilontarkan gadisnya. Bukan suatu kebohongan melainkan fakta bahwa Airin benar-benar merindukan lelaki kesayangannya itu. Tidak jauh berbeda dengan Alby, Airin juga tersenyum manis.

“Aku serius,” kata gadis cantik itu.

“Ya, yang bilang kamu gak serius tuh siapa?” guyon Alby. Sepasang maniknya tidak lepas dari hamparan aspal yang dipenuhi dengan kendaraan.

“Kamu keliatan kayak gak yakin gitu,” protes Airin.

Tepat di akhir kalimatnya, mobil klasik itu berhenti di persimpangan selagi menunggu lampu lalu lintas yang berhitung mundur. Airin melempar pandangannya pada suasana malam dari balik jendela mobil. Sementara itu, Alby sibuk menikmati pemandangannya, Airin yang duduk di sampingnya adalah pemandangan favoritnya.

Alby mendekatkan wajahnya pada wajah cantik yang sedang serius menatap keluar jendela. “Kalo gini, udah keliatan seriusnya?” tanya Alby.

Airin menolehkan pandangannya ke sumber suara dan yang ditemukannya adalah wajah manis dengan manik minimalis yang berjarak hanya beberapa senti darinya. Airin membulatkan matanya sempurna serupa bola pingpong. Pada posisi seperti itu, Airin tidak bisa berbuat apapun selain diam di tempatnya.

Melihatnya, Alby tertawa kecil. “Gimana? Udah keliatan seriusnya?” goda lelaki manis itu.

Airin mendorong tubuh kekar itu agar menjauh darinya. “Udah,” jawabnya. “Sana jalan,” perintah gadis cantik itu.

Alby memindahkan tuas persneling di sebelah kirinya untuk kemudian melajukan mobilnya dalam kecepatan normal. Alby selalu suka bagaimana wajah cantik itu berubah menjadi semerah cherry terutama di bagian sepasang pipi chubby-nya saat ia berhasil menggoda sang kekasih.

Setelah cukup lama menenangkan jantungnya yang berdegup tak karuan, Airin kembali membuka suara. “Kita mau ke mana, By?” tanyanya.

“Aku belom bilang sama kamu, ya?” balas Alby dengan kembali bertanya.

Airin menggelengkan kepalanya. “Belom,” jawabnya.

“Yaudah, kalo gitu. Tunggu aja, ya, Cantik. Nanti juga kamu tau kita mau ke mana. Tenang aja, kamu gak aku culik kok,” ucap lelaki manis itu diakhiri lelucon.

Dengan begitu, Airin mengangguk paham. Ia kembali memusatkan atensinya pada padatnya jalanan di malam ala kasih sayang hari ini sedangkan Alby fokus pada aktivitas menyetirnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk keduanya sampai di tempat yang Alby maksud, tepatnya sebuah rumah makan yang mampu membangkitkan seribu memori dan perasaan bagi mereka.

“Udah lama, ya, kita gak makan di sini,” ujar Airin saat Alby membukakan pintu mobil untuknya.

Setelahnya, Airin dan Alby memesan makanan pada salah satu pegawai yang ada di rumah makan tersebut. Selagi menunggu makanan untuk disajikan, Alby menangkup tangan gadisnya untuk kemudian mengusapnya lembut. Dua pasang manik yang memancarkan binar khas kasih sayang itu saling bertukar pandang.

“Sayang,” panggil Alby.

Mendengarnya, Airin yang sedari tadi menunduk, kini mengangkat pandangannya. “Ya,” balasnya.

“Maaf, ya,” kata lelaki manis itu.

“Iya, Alby. Aku gak apa-apa kok kamu bikin bete gara-gara dikerjain dari kemaren,” ucap Airin seraya terkekeh.

Alby tersenyum miris. “Bukan itu,” ucapnya.

Airin mengangkat sebelah alisnya. “Bukan? Terus apa?” tanyanya khawatir.

Sebelum memulai, Alby terlebih dahulu menghela napasnya panjang. “Maaf aku gak bisa bawa kamu ke restoran mewah bintang lima,” jelasnya. “Bukannya aku gak mau tapi aku gak bisa. Aku janji di hari spesial berikutnya, aku bakal ajak kamu makan makanan mewah kayak pasangan lain kalo lagi ngerayain sesuatu.”

Selepas eksplanasi penuh penyesalan dari lelaki kesayangannya, Airin tersenyum pilu. Hatinya seolah teriris bilah bambu tajam. Bukan rasa kecewa yang muncul, melainkan rasa gundah. Ia tidak menginginkan makan malam mewah, buket bunga mawar yang besar, atau perhiasan mahal sebagai hadiah, cukup Alby ada di sisinya itu sudah lebih dari seisi dunia baginya.

“Alby,” panggil Airin.

Yang dipanggil namanya tersenyum. “Iya, Sayang,” jawabnya.

“Kamu kenapa minta maaf sama aku? Karena kamu ajak aku ke sini dan bukannya restoran mewah? Di sini juga tempat makan mewah kok. Inget gak kamu pernah ngobrol apa sama aku di sini? Kenangan itu yang bikin tempat ini jadi mewah, By,” ujar Airin menyinggung momen berharga yang pernah terjadi di rumah makan langganan Alby dan keluarganya ini. “Aku gak munafik kalo aku juga suka diajak makan dan dikasih hadiah tapi kalo dengan makan soto di sini bisa bikin aku jadi perempuan paling bahagia di dunia ini… untuk apa aku minta yang lain,” lanjutnya.

Jika biasanya Airin yang tersihir oleh tingkah laku dan kata-kata manis dari Alby, khusus untuk malam ini, Alby-lah yang dimantrai oleh gadisnya. Kumpulan kalimat uraian yang mengandung kalimat penenang itu sukses menghilangkan rasa sedih, marah, kecewa, dan semacamnya yang bersarang di hatinya.

Airin memberi senyum terbaiknya kepada Alby dan dibalas serupa. Tangan mungilnya yang terbebas menangkup rangka tegas namun manis di hadapannya. Alby menyambut usapan itu dengan tangannya yang lain. Tidak hanya Airin, malam itu, Alby menjadi laki-laki paling bahagia yang ada di dunia.

“Makasih, ya, Sayang,” ucap Alby.

“Iya, Alby, sama-sama,” balas Airin lembut.

Selepas perbincangan manis yang intensif itu, dua porsi soto ayam, nasi putih hangat, serta es teh manis hadir di hadapan keduanya. Baik Airin maupun Alby, sama-sama menikmati hidangan makan malam mereka dengan khidmat. Menyantap makanan lezat bersama orang terkasih, apakah ada kombinasi lain yang lebih bahagia dari pada itu?

“Kamu sengaja gak makan dari pagi biar makan bareng aku, ya, By?” ledek Airin. Tangan kanannya bergerak menyeka sejumput nasi yang menempel di ujung bibir kekasihnya.

“Iya, soalnya gak disuruh makan sama kamu makanya aku gak makan,” ujar Alby.

Setelah kurang lebih 30 menit, sepasang kekasih itu sudah menyelesaikan santapan malam masing-masing. Alby bangkit dari duduknya lalu menuju kasir untuk membayar dua porsi nasi soto dan es teh manis. Sementara itu, Airin berjalan menuju toilet. Sebelum sempat menghilang dari radarnya, Alby berteriak kepada sang kekasih.

“Sayang,” panggilnya. “Aku tunggu di mobil, ya,” kata Alby.

“Iya, By,” balas Airin.

Baik Airin maupun Alby, keduanya tersenyum dalam diamnya. Alby bangga menyebut kekasihnya itu dengan panggilan sayang sekeras mungkin demi memamerkan kepada dunia bahwa gadis cantik itulah kesayangannya. Airin juga ikut bahagia bagaimana beberapa gadis di sana melirik iri padanya saat Alby menyandingkan kata sayang saat berbicara padanya.

Selesai dengan urusan masing-masing, kini sepasang kekasih itu kembali melengang di ramainya jalanan. Alby sengaja tidak langsung mengantar gadis cantik itu selepas makan malam. Jika memungkinkan, Alby ingin menghabiskan malam ini hanya berdua dengan Airin. Dan sepertinya, Airin menginginkan hal yang sama.

“Kamu sengaja banget tadi suaranya dikerasin pas manggil aku,” ucap Airin membuka percakapan.

“Iya dong. ‘Kan aku mau pamer. Terakhir kali kita ke sana, kamu masih…,” Alby sengaja menggantungkan kalimatnya.

“Masih apa?” tanya Airin mengintimidasi.

“Eh, salah, maksudnya bukan kamu tapi aku,” sanggah Alby. “Aku yang masih bingung kenapa butuh waktu lama banget buat jadiin kamu pacar aku,” elaknya.

Mendengarnya, Airin tersenyum tetapi tangannya juga bergerak melayangkan satu pukulan pada lengan kekar kekasihnya. “Gombal terus,” keluhnya.

Selanjutnya, yang terjadi adalah semua topik pembahasan yang dapat dijadikan bahan perdebatan satu per satu muncul. Mulai dari peristiwa Alby yang membentangkan kain besar untuk Airin baca saat upacara sedang berlangsung, alasan mengapa Alby hanya ingin menjadi anak satu-satunya yang hadir di antara Januar dan Shinta, sampai hal acak seperti mengapa kuda laut jantan yang melahirkan dan bukannya kuda laut betina.

Demi membunuh waktu di malam yang membahagiakan ini, sepasang kekasih itu rela berbincang berjam-jam sembari diiringi lagu-lagu dari daftar putar favorit mereka di dalam mobil yang sedari tadi hanya berputar-putar di kawasan yang sama. Tak apa, Airin dan Alby tetap menikmatinya, sangat menikmatinya.

Setidaknya, sampai hari menuju tengah malam. Dengan berat hati, Alby memutuskan untuk mengantar Airin pulang setelah membelikan gadisnya dua kantong penuh makanan ringan dari minimarket terdekat. Tak butuh waktu lama bagi Alby untuk melajukan mobilnya agar sampai di pekarangan tempat tinggal Airin.

Sesampainya di sana, Alby melepas sabuk pengamannya. Ia menolehkan pandangannya pada makhluk tercantik yang ada di sebelah kirinya. Airin terdengar sangat hening sejak beberapa menit terakhir. Dan ternyata, dugaannya benar. Kekasihnya itu sudah terlelap di atas jok mobilnya.

“Cantik,” gumam Alby sepelan mungkin.

Tangan kirinya bergerak menyibak helaian rambut yang menutupi wajah cantik gadisnya. Malam itu, Alby tidak berhenti memanjatkan syukur kepada Tuhan sebab telah mempertemukan dan menyatukannya dengan Airin. Lihat saja, bagaimana simpul itu tidak pudar sama sekali keberadaannya.

Namun, mengingat malam semakin larut dan waktu tidak akan berhenti, Alby menyudahi acaranya menikmati pemandangan terindah yang pernah ia temui seumur hidupnya. Ia memikirkan segala cara untuk mengantar Airin sampai dengan selamat ke dalam unit apartemennya tanpa membangungkannya.

Alby keluar terlebih dahulu untuk kemudian berlari kecil memutari mobilnya. Dibukanya pintu mobil tempat Airin tertidur tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Alby berbisik, “Maaf, ya, Sayang.”

Di tengah malam yang anginnya berhembus dengan tidak santai ini, Alby menggendong Airin serupa dengan pengantin baru menuju tempat tinggalnya. Tidak ada siapapun di sana, kecuali Pak Bagus yang kebetulan sedang terlelap di dalam pos jaganya. Alby meninggalkan sebungkus nasi goreng di meja kerja lelaki paruh baya itu.

Setelah menaiki lift, akhirnya Alby sampai juga di depan pintu unit tempat tinggal Airin. Ia menekan kombinasi nomor yang menjadi kode sandi pintu tersebut. Masih dengan langkah pasti, Alby masuk ke dalam sana dan berjalan menuju kamar tidur kekasihnya. Di dalam sana, dengan telaten, Alby meletakkan tubuh ringkih itu di atas ranjang.

“Selamat tidur, Sayang. Semoga mimpi indah,” ucap Alby untuk setelahnya mengecup pelan kening gadisnya lalu menyampirkan selimut tebal agar menutupi setengah tubuh Airin.

Kemudian, tangan lelaki manis itu bergerak merogoh saku jaketnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak berbahan beludru berwarna biru tua dengan tulisan berwarna emas yang menghiasinya, juga sebuah surat. Diletakkan kedua benda itu di atas nakas di sebelah ranjang tidur sang gadis. Dalam hatinya, Alby berharap semoga Airin menyukai pemberiannya.

Dan sekali lagi, untuk terakhir kalinya di hari ini, Alby kembali memandangi wajah tercantik ciptaan Tuhan. Menurut dugaannya, Tuhan sedang tersenyum saat menciptakan gadisnya ini. Alby tersenyum memandang gadisnya yang tertidur dengan nyenyak. Barulah setelah beberapa saat, Alby melengang keluar dari sana.