cognizant (2)
Selepas mengantar sang sepupu untuk berkunjung ke rumah nenek, tak lupa juga lelaki manis itu meminta izin serta maaf bahwa dirinya tidak dapat ikut berkunjung hari ini, mobil klasik itu berhenti di sebuah toko boneka di samping perempatan jalan. Di dalam sana, tersedia banyak boneka dalam berbagai jenis dan ukuran.
Setelah mengadakan konferensi kecil bersama beberapa sel otak di dalam kepalanya, Alby memutuskan untuk kembali dan sekaligus akan menyatakan cintanya pada gadis cantik yang telah menarik perhatiannya sejak insiden roti coklat di hari pertamanya di sekolah baru, Airin Herning Kamarana.
Sepasang manik itu beredar ke segala sudut rak yang tersusun di sana, mulai dari boneka dalam bentuk bayi manusia sampai hewan lucu ada di sana. Alby ingat betul bahwa gadisnya itu memiliki alergi pada serbuk sari dan sangat menyukai makanan manis. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk memberikan Airin sebuah boneka dan beberapa potong kue coklat.
“Ada yang bisa saya bantu, Kak?” tanya salah satu pegawai dari toko boneka itu ramah.
“Eh, iya, Mbak. Ini saya mau cari boneka buat temen, eh, maksudnya buat calon pacar saya,” jelas Alby sembari terkekeh.
Melihat lelaki manis di hadapannya salah tingkah, pegawai toko tersebut ikut tertawa kecil. “Oh, Kakaknya mau nembak gebetannya, ya?” tanyanya.
“Iya nih, Mba. Doain diterima, ya, Mbak,” guyon Alby. Sepertinya, selain memohon restu dari kedua orang tuanya, meminta doa kepada setiap orang yang ia temui merupakan keharusan bagi Alby.
“Iya, Kak. Saya doain Kakaknya diterima sama gebetannya, ya,” ujar sang pegawai. “Silakan ikut saya, Kak. Saya liatin koleksi boneka yang biasanya dibeli cowok untuk pacarnya,” sambungnya.
Kemudian, keduanya naik ke lantai dua untuk melihat kumpulan boneka beruang berukuran sedang sampai besar dengan berbagai pilihan warna. Setelah hampir 20 menit berdiskusi bersama di antara barisan boneka beruang yang lucu, akhirnya Alby memilih seekor boneka beruang berukuran besar berwarna coklat muda dengan pita berwarna putih sebagai hiasan di lehernya.
“Semuanya jadi 275.000 rupiah, ya, Kak,” ujar pegawai tadi yang sekarang berada di kasir.
Alby menyerahkan uang pecahan seratus ribu sebanyak tiga lembar kepada sang kasir. “Kembaliannya buat Mbak aja, ya,” ucapnya.
“Makasih banyak, ya, Kak. Silakan kembali lagi. Semoga diterima sama gebetannya, ya, Kak,” ucap pegawai tersebut dengan sangat bersemangat.
Setelah selesai, sekarang, waktunya bagi Alby mampir ke toko kue terdekat untuk membeli beberapa potong kue manis kesukaan Airin. Di dalam toko kue tersebut, banyak dijajarkan berbagai macam kue potong, mulai dari strawberry shortcake sampai premium belgian chocolate.
“Saya mau premium belgian chocolate-nya empat potong, ya, Mas,” ucap Alby ramah kepada pegawai yang bertugas.
“Baik, Kak. Semuanya jadi 150.000 ribu rupiah, Kak,” ucap sang pegawai.
Alby kembali menyerahkan pecahan uang seratus ribu sebanyak dua lembar kepada pegawai yang juga merangkap sebagai kasir itu. “Ini, Mas. Kembaliannya buat Mas aja, ya.” Lagi-lagi Alby merelakan uang kembaliannya kepada pegawai yang bertugas di sana.
Bukannya ingin sombong, Alby juga tidak dilimpahkan banyak uang jajan oleh kedua orang tuanya. Namun, menurut ajaran dan kepercayaannya serta orang tuanya, berbagi dengan sesama adalah salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan sebab kita sudah diberi kehidupan yang cukup. Lihat saja, bagaimana lelaki manis itu selalu membawa buah tangan kepada Pak Bagus sang petugas keamanan di unit apartemen Airin.
“Oh? Makasih banyak, ya, Kak. Semoga berkah,” kata pegawai yang ramah itu.
Semua keperluan dan segala persiapan sudah ada pada genggamannya. Selama perjalanan menuju tempat tinggal gadisnya pun, Alby ikut bersenandung pada lagu-lagu romantis dari playlist yang terputar melalui audio di dalam mobilnya, ‘Madam Airin’.
Tak butuh waktu lama bagi mobil klasik itu untuk menyusuri jalanan yang tidak terlalu dipadati oleh pengendara lain. Sesampainya di pekarangan apartemen Airin, Alby memarkirkan mobilnya lalu menghampiri Pak Bagus yang sedang berjaga dari dalam pos.
“Selamat sore, Pak Bagus,” sapa Alby.
“Eh, selamat sore, Nak Alby. Baru keliatan lagi nih, ke mana aja?” tanya Pak Bagus basa-basi.
Alby mengusap tengkuknya. “Iya nih, Pak. Lagi sibuk ujian di sekolah,” elaknya.
“Owalah. Lagi masa ujian di sekolah, ya?” tanyanya lagi.
“Iya, Pak. Ini Alby ada kue buat Bapak,” ujar lelaki manis itu sembari memberikan sekotak kue kepada lelaki paruh baya di depannya.
“Ya ampun, Nak Alby. Makasih banyak, ya. Nak Alby gak pernah lupa sama Bapak, apalagi sama Nak Airin, bawaannya aja banyak begitu,” ucap sang petugas keamanan.
“Iya, Pak, sama-sama. Alby ke tempat Airin dulu, ya, Pak. Mari,” jelas Alby ramah.
Untuk setelahnya, lelaki penuh humor itu mulai berjalan ke dalam gedung apartemen gadisnya lalu menaiki lift. Sebelah tangannya memeluk boneka beruang yang tak kalah besar dengan ukuran tubuhnya dan sebelah tangannya lagi menenteng bungkusan kue coklat.
TING! TONG!
Alby menekan tombol bel pada pintu yang beberapa waktu lalu ia rusak. Tidak ada jawaban yang terdengar. Airin tidak menyahuti panggilannya. Ia merasakan déjà vu, seperti waktu lalu.
TING! TONG!
Kali keduanya masih tidak ada jawaban. Alby mulai gelisah. Ia tidak ingin peristiwa mengenaskan yang pernah terjadi terulang kembali. Tidak, Airin tidak boleh merasakan sakit lagi. Alby sudah berjanji akan menjaga gadisnya, bukan?
TING! TONG!
“Airin,” panggilnya. “Ini gua, Alby,” lanjutnya. “Maafin gua, Rin. Gua mau jelasin banyak hal ke lo. Boleh tolong buka pintunya?”
Hasilnya masih nihil. Alby, pikirannya mulai berkelana ke mana-mana, perasaannya juga mulai cemas. Terbesit rasa bersalah pada hati lelaki manis itu. Benar, memang seharusnya ia tidak meninggalkan Airin sejak itu. Ia tidak pernah tahu apa yang sedang gadisnya coba untuk lalui. Seberapa berat hidup yang tengah disembunyikannya.
“Airin,” panggilnya lagi.
Ini tidak benar. Sesuatu pasti telah terjadi. Apa saja bisa terjadi pada gadisnya. Alby meletakkan boneka beruang yang ada di dalam gendongannya ke atas lantai. Sekotak kue yang ada pada genggamannya juga ia letakkan di sebelah boneka tersebut. Alby menghela napas panjang lalu…
BRAKKK!
Lelaki manis itu mendobrak pintu apartemen gadisnya untuk yang kedua kalinya. Sepasang maniknya langsung mengedar ke segala arah. Airin tidak ada di ruang televisi maupun di dapur. Kemudian, ia berlari ke arah kamar tidur. Di dalam sana, tidak ada siapa-siapa, yang terdengar hanyalah suara tetesan air dari arah kamar mandi.
“Airin!” pekik Alby kala indera penglihatannya menangkap sosok gadis cantik yang tergeletak di sebelah toilet dengan darah segar mengalir dari alat vitalnya serta banyak bungkusan blister obat yang berserakan tak jauh dari sana.
Alby menghampiri Airin lalu memangku tubuhnya. Ia dapat merasakan betapa dinginnya tubuh ringkih itu serta wajah cantik yang mulai memucat. Kedua kalinya, lelaki manis itu menemukan gadis cantik pujaannya dalam keadaan sekarat. Alby menangis sejadi-jadinya.
“Maafin gua, Rin. Gua gak seharusnya ninggalin lo. Gua mohon jangan pergi secepat ini, Rin,” lirih Alby pada tubuh yang ada di dalam dekapannya.