alter ego

Langkah lelaki tampan itu terdengar mendentum meskipun juga teredam suara bising di sekitarnya. Ranie bisa melihatnya dengan jelas bagaimana Samuel mendekat ke arahnya.

“Apa mau lo?” sergah Samuel seketika dirinya sampai di hadapan sang gadis.

Bias suara sedalam palung itu menyeruak ke dalam indera pendengarannya. Mendengarnya, Ranie terkekeh puas. Gadis cantik itu bangkit dari posisi duduknya dari kursi tinggi yang tersedia di sekitar bar.

“Santai aja, dong, ganteng. Kan lo dateng ke sini mau happy-happy. Iya, gak?” ledeknya.

“Kalo lo cuma mau main-main, gua pulang,” singkat lelaki tampan itu.

Samuel hendak melangkahkan kakinya untuk pergi menjauh dari gadis yang terkenal suka menimbulkan onar di sekolahnya ini kala telapak tangan lembut itu menghentikan pergerakannya. Ranie menahan bahu lebar itu agar tidak berlalu.

“Lo yakin, Sam? Katanya tadi lo mau turutin apa aja permintaan gua,” sela gadis cantik itu.

Ranie mengangkat sebelah alisnya. Ia juga menampilkan seringainya. Dengan tingkah gadis cantik yang selalu di atas ambang batas wajar ini, Samuel hanya bisa menghela napasnya panjang.

“Yaudah. Lo mau apa?” tanya lelaki manis itu malas.

Mendengar lelaki tampannya berujar demikian, Ranie mendekatkan mulutnya ke telinga sebelah kiri Samuel.

Dengan tinggi tubuh lelaki tampan itu yang terpaut dengan dirinya, Ranie jadi harus menjinjitkan kaki jenjangnya sedikit lebih tinggi.

“Lo gila, ya?!” pekik Samuel setelah gadis cantik itu menyelesaikan kalimatnya.

“Enggak, tuh. Malah enak ‘kan buat kita berdua. Iya, kan, Sam?” goda Ranie sembari mengusap wajah tampan itu dengan tangannya yang terbebas sebab sebelah tangannya menggenggam gelas berisikan alkohol.

Samuel, lelaki tampan itu mengusap wajahnya kasar. Entah mengapa dewi keberuntungan tidak memihak padanya malam ini. Permintaan yang gadis cantik itu ajukan terlalu berat, menurut Samuel.

Padahal, ini bukan pertama kalinya bagi lelaki tampan itu untuk bersantai di dalam klub malam. Namun, mengapa dari semua manusia yang berpotensi mengetahui keberadaannya di tempat kotor ini, Ranie-lah yang Tuhan utus untuknya.

“Gimana, Sam?” tanya Ranie. “Gua punya bukti kuat untuk nurunin jabatan lo. Eh, sorry, gua salah. Bukan cuma nurunin jabatan, tapi dikeluarin dari sekolah,” lanjutnya.

Terdapat penekanan pada kata ‘ke luar’ yang diucapkan gadis cantik itu. Samuel menatap sinis pada gadis di hadapannya. Lelaki tampan itu menggertakan giginya.

Ingin sekali rasanya Samuel menampar wajah cantik nan angkuh itu. Tetapi, Ranie seolah memiliki kartu as. Lelaki tampan yang ditakuti seisi sekolah itu, dengan terpaksa, malam ini harus tunduk kepadanya.

Sebelum mengucapkan keinginan yang sama sekali tidak ia harapkan, Samuel menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk masuk ke dalam paru-parunya.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, selain masuk ke dalam klub malam, Samuel akan melakukan hal tergila yang pernah ia lakukan.

“Yaudah. Di mana?” tanyanya singkat.

“Lo jangan khawatir. Gua punya banyak kenalan di sini. Kita bisa minta tolong ke salah satu dari mereka,” jelas Ranie.

Gadis cantik itu dengan sengaja mencolek pangkal hidung bangir Samuel. Tentu saja, lelaki tampan itu menepisnya.

Entah sudah berapa kali dirinya mengumpat dan bersumpah di dalam hatinya. Wajah lelaki tampan itu terlihat merah padam sebab menahan amarahnya.

Dengan berat hati, Samuel mengekori langkah gadis cantik itu untuk menaiki satu per satu anak tangga dan kemudian berjalan ke arah lorong yang minim penerangannya.

“Bangsat!” gumam Samuel pelan.

Walaupun begitu, Ranie tetap dapat mendengarnya dengan jelas. “Jangan ngumpat gitu, dong, Sam. Gua jadi makin pengen dengernya,” ujarnya.

Setelah meminjam sebuah kamar dari salah satu staf yang bekerja di klub tersebut, yang mana juga merupakan kenalan Ranie sejak lama, akhirnya sepasang muda-mudi itu masuk ke dalam sana.

“Jangan jauh-jauh, dong, Sam. Sini aja,” ucap Ranie sembari menepuk-nepuk pelan ruang kosong di atas sofa yang ia duduki.

Pasalnya, di dalam kamar yang tidak begitu luas itu, Samuel mendudukan dirinya di tepi ranjang sementara Ranie duduk di atas sofa berukuran sedang berbahan kain velvet berwarna merah.

Lelaki manis itu menyibakkan rambutnya ke arah belakang sebelum mengambil langkah mendekati gadisnya. Perlu diingat, Samuel sangat keberatan dengan semua ini.

“Ganteng banget sih lo, Sam,” puji gadis cantik itu.

Mendengarnya, entah mengapa, Samuel menjadi salah tingkah. Walau terdengar menggoda, sanjungan itu terdengar tulus di saat yang bersamaan.

“Diem,” ketusnya.

Bukannya merasa risih, Ranie malah semakin bersemangat. Lihat saja, gadis cantik itu menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan sang penguasa sekolah.

“Lo ngapain sih di sini, Sam? Gua gak pernah expect anak kayak lo, yang selalu dibanggain satu sekolah, semua cewek tergila-gila sama lo, bisa dateng ke tempat kayak gini,” tanya gadis cantik itu penasaran.

Sembari menunggu lelaki tampan itu untuk menjawab pertanyaannya, Ranie mengeluarkan sekotak rokok dari saku celananya.

Dihidupkannya sebatang penuh nikotin itu untuk kemudian dihisapnya. Ranie mengebulkan asapnya ke langit-langit.

“Lo gak perlu tau,” jawab Samuel singkat.

Mendengarnya, Ranie menganggukkan kepalanya beberapa kali. “Oke, kalo gitu. Seems like lo bener-bener gak suka, ya, ada di deket gua, Sam. Padahal, gua pikir lo seneng-seneng aja ketemu sama gua, secara ‘kan lo liat gua tiap pagi di ruang konseling. It’s kinda disappoint me,” jelasnya seraya mengeluarkan asap tebal dari mulutnya.

“Lo bisa berhenti nyebat gak, Ran?” tanya Samuel sambil menolehkan pandangannya pada sang gadis.

Dibanding pertanyaan, yang keluar dari mulut Samuel lebih terdengar seperti sebuah perintah. Mengingat, nada bicaranya yang tegas, sangat tegas.

Gadis cantik itu menggelengkan kepalanya beberapa kali. “Enggak. Nyebat enak tau. Mau coba?” tawar Ranie.

Ia menyodorkan batangnya yang hampir habis kepada Samuel. Tentu saja, lelaki tampan itu menolaknya mentah-mentah. Melihatnya, Ranie tertawa renyah.

“Harusnya lo gak usah kaku gitu, Sam. Gua semakin bisa ngeliat kalo lo bener-bener takut sama gua,” ujar Ranie sembari mematikan rokoknya di atas asbak. “Ke mana ketos yang selalu bentak gua? Marahin gua? Jadi pengawalnya Bu Tarisha? Lo bener-bener ciut, Sam,” lanjutnya.

Samuel, lelaki tampan itu sedari tadi menahan dirinya. Jika gadis cantik di sampingnya ini sekali lagi saja berkata omong kosong, ia tidak akan tinggal diam.

“Sini. Gua gak tahan liat lo murung kayak gitu,” ucap Ranie tiba-tiba.

Sesuai dengan perjanjian awal, apabila Samuel tidak ingin Ranie menyebar semua aibnya malam ini, lelaki manis itu harus rela memberikan gadisnya pelukan hangat, paling tidak selama sepuluh menit.

Terdengar mudah, bukan? Memang Samuel saja yang bereaksi berlebihan. Ranie merentangkan lebar kedua tangannya untuk kemudian memberi isyarat agar Samuel masuk ke dalam dekapannya.

Setelah menghela napas panjang, akhirnya lelaki manis itu menyambut niat gadisnya. Samuel merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya.

Tidak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Ya, paling tidak sampai Ranie kembali menyampaikan isi hatinya.

“By the way, pelukan lo nyaman, Sam. Gua jadi keinget sama Abang gua,” kata Ranie.

Abang? Samuel bertanya-tanya dalam hatinya, apakah gadis cantik tapi nakal ini mempunyai keluarga selain kakek dan neneknya? Sebab, sepengetahuan lelaki tampan itu, Ranie tidak memiliki anggota keluarga lain selain sepasang lansia itu.

“Dulu, kalo Papi sama Mami lagi berantem, Abang selalu peluk gua,” sambungnya.

Refleks, saat membahas sosok sang kakak, Ranie mengeratkan dekapannya. Napas gadis cantik itu terdengar mencekat, jika Samuel tidak salah.

“Lo punya Abang?” balas lelaki manis itu dengan bertanya.

Akhirnya, setelah hanya hujatan dan kalimat singkat yang ke luar dari mulutnya, Samuel menanggapi obrolan sang gadis dengan cukup antusias.

Ranie menganggukkan kepalanya beberapa kali. Samuel bisa merasakannya karena kepala gadis itu tepat di depan dadanya.

“Pernah,” jawabnya singkat. “Tapi, sekarang Abang udah di surga,” lanjut gadis cantik itu.

Mendengarnya, sepasang manik selegam malam itu membulat. Napasnya sempat terhenti. Tentunya, ini akan menjadi sepenggal kisah sedih untuk dibahas.

Tangan lebar lelaki manis itu bergerak mengusap punggung sempit gadisnya, meski sempat ragu. Ia berniat untuk memberi dukungan secara tersirat pada si penjahat sekolah.

Namun, bukannya merasa tenang, Ranie malah menggeliat di dalam pelukan Samuel. Lelaki manis itu menyatukan alisnya. Ranie benar-benar gila, menurutnya.

“Lo kenapa, heh, Ran?” tegur Samuel.

“Lo mah mancing, Sam. Udah tau cewek tuh sensitif banget kalo diusap punggungnya,” jelasnya tanpa rasa malu.

Mengdengarnya, Samuel menghela napas panjang. “Lo yang mancing, Ranie,” tegas lelaki manis itu.

“Hah?” balas Ranie heran.

Walaupun belum sepuluh menit, Samuel melepas pelukannya. Ditatapnya sepasang manik selegam senja yang ternyata terlihat lebih indah di malam hari. Lelaki manis itu menangkup dagu mungil gadisnya.

“Penampilan lo, baju lo, make up lo, semuanya. Lo pikir orang, apalagi cowok, gak akan ada yang ngerasa terpancing kalo lo kayak gini?” sarkasnya.

“Terserah gua, dong, Sam. Ini ‘kan bukan di sekolah, gua bebas mau pake apa aja,” bantah gadis cantik itu.

“Iya, kalo di sekolah ‘kan ada gua. Tapi, kalo lagi gak di sekolah, lo ada siapa?” tanya Samuel bertubi-tubi.

Mendengarnya, Ranie mengernyitkan keningnya. “Apaan sih, Sam? Gak jelas lo,” sanggahnya.

Sejujurnya, gadis cantik itu tersipu malu. Lihat saja, wajahnya menyemburatkan rona berwarna pink kemerahan.

Ranie membuang pandangannya ke sembarang arah, ke mana saja asal jangan secara langsung menatap sang ketua.

“Salting lo gua gituin?” sindir Samuel. “Sini,” lanjutnya.

“Apaan sini?” tanya Ranie heran. Kepalanya menoleh ke sumber suara.

“Peluk. Kan belom 10 menit,” jelas Samuel.

Ranie, gadis cantik itu memandang lawan bicaranya dengan tatapan yang ia sendiri tidak bisa artikan.

Mengapa gadis cantik itu merasa bahwa seorang Samuel Alderio memiliki kepribadian lain.

Ranie mengerucutkan bibirnya. Meski begitu, ia tetap menyambut pelukan sang ketua sekolah.

“Lo aneh, Sam,” ejek Ranie.

“Iya. Gua emang aneh, Ran. Mungkin lo gak akan mau tau aslinya gua gimana,” balas Samuel.

“Jangan mancing, kalo gak mau kasih tau. Gua penasaran soalnya,” gumam gadis cantik itu.

Lagi, Samuel melepas pelukannya lebih dulu. “Gua mau ngasih tau ke lo. Tapi, emang lo siap ketemu gua yang lain?” tanyanya meyakinkan.

Tatapan itu, seindah deburan ombak yang bermandikan cahaya rembulan. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Ranie merasa tertarik kepada Samuel.

Seolah tersihir, manik selegam senjanya tak mau memandang ke arah lain, hanya berfokus pada pahatan indah dengan manik serupa bambi itu.

“Lo gak jawab, Ran. Gua anggap itu ‘iya’,” sela Samuel.

Sepersekian detik kemudian, yang terjadi adalah Samuel memangkas jarak antara dirinya dengan sang gadis. Kemudian, lelaki tampan itu melumat belahan bibir yang sudah lama ia impikan.

Ranie, gadis cantik itu tentu saja terhenyak. Jiwanya sempat berkelana meninggalkan raganya. Sampai akhirnya, Samuel sedikit menggigit bibirnya.

Sontak, Ranie membuka mulutnya. Kesempatan emas itu Samuel gunakan untuk menelusupkan lidahnya ke dalam sana.

Setelah sadar, gadis cantik itu mulai mengikuti irama permaianan dari sang petinggi sekolah. Mungkin Ranie tidak akan percaya bahwa yang menciumnya malam ini adalah Samuel Alderio.

Tapi, gadis cantik itu tidak ingin ambil pusing. Ranie ingin mengetahui sampai mana kemampuan lelaki tampan itu perihal permainan panas seperti ini.

Ranie mengalungkan lengannya pada bahu lebar Samuel. Sementara, lelaki manis itu mengusap perut rata gadisnya dari luar baju.

“Nghhh,” lenguhannya tertahan.

Tak lama setelahnya, Samuel menyudahi acara bertukar saliva dengan sang gadis. Lelaki manis itu menatap lamat manik Ranie.

“See, Ran? Itu gua yang lain. Lo tertarik buat kenalan?” tanya Samuel.

Ranie mengeratkan pelukannya pada sang lelaki tampan. “Lo harusnya kasih tau gua sejak lama, Sam,” jawabnya.

Pada peluang berikutnya, Ranie-lah yang mendahului Samuel untuk melanjutkan sesi berciuman mereka.

Merasa tidak ingin kalah, lelaki tampan itu mendorong tengkuk gadisnya agar memperdalam ciumannya.

“Nghhh ahh,” lirih Ranie.

Kala ciuman itu perlahan turun pada leher dan ruang pada dadanya yang sedikit terkespos. Ranie mengenakan kemeja berwarna putih dengan kerah pendek malam itu.

Samuel meninggalkan banyak bekas tanda kepemilikan pada sang gadis. Tentunya, Ranie menyukai hal itu.

Persetan dengan penampilannya besok. Ranie ingin menikmati malam ini bersama sisi iblis dari Samuel.

Seolah menginginkan lebih, tangan Samuel bergerak membukan kancing kemeja Ranie sembari melanjutkan ciumannya.

Maniknya kembali berbinar kala menangkap sepasang gunung sintal yang cantik masih terbalut dengan bra berwarna putih. Selaras dengan kulit susu yang dimiliki Ranie.

Samuel menatap intens gadisnya. “You look so beautiful with your shirt off,” pujinya.

Sebelah alisnya naik, menggoda. Tentunya, Ranie menerima stimulus itu dengan senang hati.

“You could find something more way beautiful if you’re explore here and down there,” balasnya sensual.

Mendengarnya, Samuel menyeringai puas. Dengan cepat, lelaki manis itu melepas pengait bra yang melindungi payudara gadisnya.

“Nghhh, fuck!” umpat Ranie.

Saat lelaki manis itu melahap sebelah payudaranya, sementara tangannya bekerja meremas, memijat, lalu memilin ujung payudaranya yang satu lagi.

Sepasang lengan kurus Ranie bersusah payah menahan beban tubuhnya di atas sofa sebab semua permainan ini membuatnya tubuhnya bergetar.

Mendengar gadisnya mendesah kenikmatan, Samuel terbakar api gairah. Lelaki manis itu semakin gencar memainkan sepasang gunung sintal yang mulai sekarang akan menjadi kesukaannya.

“Shit! Ahh, you’re so good with these,” ujar gadis cantik itu dengan napas berat.

Diberi sanjungan demikian, Samuel tersenyum puas di sela-sela kegiatannya. Ternyata, Ranie menyukai sisinya yang satu ini.

Setelah dirasa puas bermain dengan sepasang payudara gadisnya, Samuel menginginkan yang lain.

Lelaki manis itu dengan telaten menidurkan gadisnya di atas sofa. Ia mengecup hangat kening Ranie.

“I want to introduce myself with your lovely pussy,” ucap Samuel. “Can I?” lanjutnya.

Ranie menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Melihatnya, Samuel tersenyum manis sampai memperlihatkan deretan giginya.

Samuel menyingkap rok berbahan kulit yang gadisnya kenakan. Lelaki manis itu mengelus kulit putih berseri yang terpampang di sana.

“Mmhhh ahh,” desah Ranie.

Saat lelaki manis membubuhkan ciuman pada paha bagian dalamnya. Samuel menyeringai kala indera penglihatannya menangkap pakaian dalam berwarna putih itu kontras sebab cairan yang gadisnya hasilkan.

“I feel honored to make you really wet tonight, Princess,” godanya.

“I will be feel really pleased if you could do something wonderful to these thing, Prince,” jawab Ranie tak mau kalah.

Dengan begitu, Samuel melucuti pakaian dalam tersebut untuk kemudian meletakkannya di saku belakang celana jeansnya.

Lelaki manis itu mendekatkan wajahnya pada vagina yang terlihat memerah dan berkedut itu. Sungguh cantik, menurutnya.

“Samuel ahhh,” lirih gadis cantik itu.

Kala ibu jari lelaki manis bermain pada klitorisnya yang sedari tadi memang terasa gatal dan minta untuk dimainkan.

Tidak sampai di situ saja, Samuel meneroboskan dua jarinya untuk masuk ke dalam vagina gadisnya.

Ranie yang dilecehkan seperti itu mendongakkan kepalanya ke arah langit-langit kamar seraya menggigit bibir bagian bawahnya.

Samuel sukses membuatnya gila malam ini. Permainan yang dilakukannya membuat Ranie terbang ke angkasa.

“Ahh, Sam, ahhh, this feels so fucking good,” ucapnya.

Lihat saja, bagaimana Ranie tidak berhenti mengelukan nama Samuel di dalam setiap ungkapan rasa nikmatnya.

Belum lagi, jari-jari panjang nan berurat itu berulang kali mengujam titik manisnya. Membuat Ranie semakin ingin menjemput pelepasannya.

“Sam, nghh ahh, i’m close,” jelas gadis cantik itu.

Mendengarnya, dengan inisiatif, Samuel meningkatkan tempo permainannya di bawah sana.

Ranie meracau kenikmatan. Gadis cantik itu benar-benar akan mencapai titik ternikmatnya sebentar lagi.

“Ahh! Samuel!” pekiknya.

Ranie menjemput pelepasannya. Ia memejamkan maniknya erat. Tubuhnya menggelinjang hebat. Napasnya tertahan.

Permainan andal Samuel malam ini sukses membuat sofa merah yang ditidurinya dipenuhi dengan cairan khas kenikmatan.

Setelah mengeluarkan tiga jarinya dari vagina Ranie, Samuel bergerak mengangkat gadisnya agar duduk di atas pangkuannya.

“What do you think, Queen? Do you like the another Samuel?” tanya Samuel.

Ranie menyibakkan rambut panjangnya ke arah belakang untuk kemudian kembali mengalung pada leher jenjang di hadapannya. Kening serta wajahnya dibanjiri dengan peluh.

“Never be so much pleased like this before,” jawabnya.

“Glad that you like my alter ego, Ran,” ujar lelaki tampan itu.

Samuel memeluk gadisnya erat. Sepertinya, mulai malam ini, Ranie akan menjadi miliknya seutuhnya.

“Ran,” panggil Samuel.

“Iya, Sam,” balas Ranie.

“Love you,” finalnya.